PALEMBANG, SP - Kabar gembira untuk para pekerja informal seperti pedagang, buruh bangunan, atau mereka yang tidak memiliki slip gaji berkesempatan memiliki rumah.
Hal ini seiring dengan kebijakan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait (Ara) yang akan menyalurkan 25 ribu unit rumah bagi pekerja informal.
Kabar tersebut direspon baik Real Estate Indonesia Sumatera Selatan (REI Sumsel). Menurut Ketua Dewan Pimpinan REI Sumsel Zewwy Salim, kebijakan pemerintah itu memberi angin segar bagi properti di Indonesia.
Sebab katanya, pangsa pasar pembelian rumah untuk warga yang tak bergaji justru lebih besar ketimbang minat konsumsi properti bagi karyawan maupun pegawai.
"Bahkan di Sumsel, persentasenya 60 persen lebih tinggi warga tak bergaji yang ingin beli rumah, daripada meraka degan kepemilikan slip gaji tiap bulan," katanya.
Sebelumnya pemerintah pusat melalui Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengatakan jika pemerintah bakal menyiapkan 25 ribu unit rumah untuk publik yang tidak memiliki gaji tetap, dan program ini mulai direalisasikan pada April 2025.
Sasaran target program ini adalah para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) seperti pedagang sayur, bakso dan pedagang dari sektor kreatif.
Zewwy menyampaikan, sebenarnya program tersebut sudah dijalankan oleh perbankan negara dari Bank Tabungan Negara (BTN), yakni perbankan memfasilitasi para UMKM yang ingin memiliki hunian tanpa syarat slip gaji yang terlampir. Tetapi memang program itu belum terlalu efektif berjalan terutama di Sumsel khususnya Palembang.
"BTN sudah memberi kesempatan warga yang tidak punya gaji dengan kebijakan seperti itu (syarat tanpa slip gaji). Ini namanya non fixed income (pendapatan tidak tetap). Kami harapkan ke depan, seluruh bank juga bisa menerapkannya (penyerahan properti non fixed income)," jelasnya.
Sistem pembelian unit rumah bagi konsumen dengan kondisi tanpa pendapatan tetap tiap bulan kata Zewwy, menerapkan perhitungan pembukuan dasar modal. Yakni mekanisme bakal calon pembeli non fixed income wajib menunjukkan perhitungan harga jual properti, dengan rata-rata pendapatan.
Perbankan pun wajib mengetahui keuntungan calon pembeli unit rumah dari hasil pendapatan mereka dalam waktu 25-30 hari dari hasil pendapatan usaha.
"Nanti, perhitungan itu akan dikurangi biaya produksi unit rumah dan keuntungan atau profit bersih (dari calon pembeli rumah dengan kondisi non fixed income)," katanya.
Secara pangsa pasar khususnya di Sumsel lanjut dia, dominan keinginan masyarakat yang ingin investasi properti untuk masa depan lebih banyak dari sisi pelaku UMKM dan wiraswasta ketimbang pegawai dengan pendapatan tetap.
Namun yang jadi tantangan masih rendahnya perbankan yang menerapkan program beli rumah tanpa lampiran syarat gaji.
"Semestinya dengan pangsa yang positif untuk program ini, perbankan bisa menerapkan pembelian properti tanpa pendapatan dengan peluang besar, sehingga nanti perbankan bisa berkompetisi dalam memengaruhi pergerakan ekonomi daerah," terang Zewwy.
Apalagi sasaran program penyerahan 25 ribu unit rumah tanpa slip gaji berpotensi tinggi pada daerah tinggi konsumtif properti seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan daerah luas geografis lainnya.
Sementara untuk target sektor properti di Sumsel hingga akhir 2025 ini, REI juga berupaya menyiapkan strategi dan percepatan pembangunan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan rencana tahun ini harus sudah membangun 220 ribu unit rumah subsidi.
Target percepatan pembangunan properti bagi MBR ini juga sejalan dengan program 3 juta rumah subsidi yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto sebagai salah satu janji politiknya untuk menambah kuota rumah khusus program subsidi pada 2025. (Ara)