Notification

×

Tag Terpopuler


PERINGATAN HARI TARI DUNIA: "A TRIBUTE TO “CEK YA LENA”, SENIWATI LEGENDARIS KOTA PALEMBANG

Saturday, April 19, 2025 | Saturday, April 19, 2025 WIB Last Updated 2025-04-19T07:40:20Z


                  Oleh: Vebri Al Lintani

Pembina Komunitas Seniman Tari (KASTA) Sumsel  


Pada 29 April 2025 ini, Komunitas Seniman Tari (KASTA) Sumsel  pimpinan Imansyah berkerja sama dengan Pemerintah Kota Palembang akan menghelat kegiatan peringatan Hari Tari Dunia di Lawang Borotan Benteng Kuto Besak.  Perhelatan yang akan melibatkan sanggar-sanggar di kota Palembang dan para siswa SD, SMP, dan SMA ini didukung juga oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata  Sumsel dan Bank Sumsel Babel. 


Rencananya, kegiatan ini akan digelar sejak pukul 14.00-17.00 pada sesi awal dilanjutkan pada 19.30 hingga pukul 21.00. Berbagai tampilan seperti lagu-lagu karya Nungcik Alidin dan puncaknya digelar tari Pelimbangan karya Cek Ya Lena secara massal dengan iringan musik live dari kelompok musik tradisional Rejung Pesirah.. 


Berbeda dengan peringatan sebelumnya yang diadakan di mall, tahun ini diadakan di tempat yang bernilai sejarah Kesultanan Palembang “Lawang Borotan” Benteng Kuto Besak. Lawang borotan merupakan pintu yang dilalui oleh Sultan Mahmud Badaruddin II ketika akan diasingkan oleh Belanda ke Ternate pada 4 Juli 1821. Dalam bahasa Indonesia, lawang borotan diartikan sebagai pintu (lawang) belakang; (buri;buritan;burotan;borotan). 


Pemerintah Kota Palembang telah memberikan perhatian dan meluncurkan lawang borotan sebagai destinasi wisata berbasis sejarah dan budaya pada tahun 2017. Namun kemudian dimantapkan lagi oleh   Pj Wali Kota A Damenta yang secara resmi melaunching Lawang Borotan pada Jumat (25/10/2024). Saat ini, lawang borotan telah dipercantik dengan lampu-lampu indah gemerlap. 


Tajuk sentral dalam peringatan ini didedikasikan kepada Cek Ya Lena, tokoh seni yang aktif pada masanya dan melahirkan karya-karya seni, utamanya karya tari yang mengangkat kearifan lokal Palembang. 


Siapa Cek Ya Lena?


Cek Ya Lena adalah adalah nama populer seorang seniwati yang populer di kalangan masyarakat Palembang pada era tahun 60 hingga 90an. Nama aslinya, Ernawati. Dia dikenal sebagai pencipta tari, penyanyi keroncong dan pemain sandiwara. Era tahun 1980-90-an Cek Ya Lena populer sebagai bintang dalam “Lenggang Palembang”, sebuah program sandiwara komedi TVRI Sumsel. 


Dalam perjalanan hidupnya, perempuan yang dilahirkan di Surabaya tahun  1932 ini ditakdirkan bertemu dengan Nungcik Alidin, seniman legendaris asli wong Palembang yang dikenal sebagai pencipta lagu berbahasa Palembang. Salah satu lagu  yang populer di Sumatera Selatan ciptaan Nungcik adalah “Melati Karangan”. Lalu pada tahun 1953,  Cek Ya Lena dan Nungcik Alidin menikah. 


Tidak hanya menggarap lagu dan tari, setelah menikah, pasangan seniman ini membuat kelompok Sandiwara “Nilawati” (1953).  Kelompok sandiwara yang dimotori oleh kedua seniman ini berpentas keliling, terutama di Sumatera Bagian Selatan.


Pasangan seniman ini melangkah seiring sejalan, saling menguatkan dalam proses kreativitas. Kekuatan karakter Nungcik Alidin yang mencerminkan rasa cinta yang mendalam terhadap tanah kelahirannya tentu sangat berpengaruh pada proses kreattif Cek Ya Lena. Seringkali Nungcik menulis lagu yang sejiwa dengan garapan Cek Ya Lena. Perpaduan keduanya melahirkan karya dengan karakter yang kuat dan mewakili identitas budaya Melayu Palembang. 


Beberapa karya tari Cek Ya Lena yang dikenal pada tahun 1960-1990-an diantaranya Melati Karangan, Tenun Songket, Pelimbangan, Gadis Turun Mandi dan Panca. 


Cek Ya Lena  yang juga piawai menyanyi keroncong ini memiliki pergaulan yang luas. Dia cukup dekat dengan “buaya keroncong” dan pemain tonil nasional Pak Item (Tan Cheng Bok). 


Kesetiaan Cek Ya Lena


Banyak yang tidak tahu, bahwa Cek Ya Lena sebenarnya berdarah blasteran.  Ayahnya orang Belanda, ibunya Jawa (Surabaya). Namun jiwa Cek Ya Lena telah melebur sebagai Wong Palembang. Karya-karyanya, sangat kental dengan nuansa budaya Palembang. 


Suatu ketika, setelah menikah dengan Nung Cik Alidin, Cek Ya Lena  ditawari oleh ayahnya agar pulang ke Belanda   dan jika ia mau akan diberikan warisan,  namun Cek Ya Lena tidak menghiraukan. Dia memilih tetap tinggal di Palembang, setia pada suaminya Nungcik Alidin hingga akhir hayatnya. 


Selain melahirkan karya-karya seni, pasangan ini dikaruniai Allah 6 orang anak yaitu:  Hj Mascik (alm.), Dr H, Mahlani SE M,Sc, Mastuti Arini, Herlina, Turisman dan Marlina.

×
Berita Terbaru Update