![]() |
Mantan Rektor UIN Raden Fatah dihadirkan jadi saksi dipersidangan korupsi pembangunan gedung Guest House (Foto : Ariel/SP) |
PALEMBANG, SP - Sidang pembuktian perkara dugaan tindak pidana korupsi Pembangunan Gedung Guest House Mess Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang tahun anggaran 2022 dengan nilai kontrak pekerjaan senilai Rp16,5 miliar, kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Palembang Kelas IA Khusus, Selasa (11/2/2025).
Dalam perkara yang merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp2,1 miliar tersebut menjerat dua terdakwa yakni, Direktur PT Cahaya Sriwijaya Abadi Dony Prayatna dan Direktur PT Gapssary Mitra Kreasi Ir Sarwono.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Efiyanto SH MH, Jaksa Penuntut Umum Kejari Palembang menghadirkan saksi Prof. Dr. Nyayu Khodijah S. Ag., mantan Rektor UIN Raden Fatah Palembang yang saat itu selaku Kuasa Pengguna Anggaran pada proyek pembangunan tersebut.
Dalam persidangan saksi Nyayu Khodijah mengaku tidak tahu detail permasalahan pembangunan Gedung Guest House Mess UIN Raden Fatah Palembang hingga sampai ke persidangan tindak pidana korupsi.
Nyayu mengaku hanya mendapatkan laporan dari Abdul Karim selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut.
"Saudara saksi selaku KPA pembangunan Gedung Guest House ini, lalu kenapa sampai ke persidangan ini dan ada dua terdakwa dalam sidang ini. Saksi tahu tidak?," tanya hakim.
"Saya hanya tahu ada kerugian negara tetapi permasalahannya saya tidak tahu. Saya hanya mendapat laporan dari Pak Abdul Karim selaku PPK," jawab saksi dipersidangan.
Mendengar jawaban saksi mantan Rektor UIN Raden Fatah Palembang tersebut, lalu hakim menegaskan kepada saksi atas dasar apa menunjuk PPK.
"Dasar saksi menunjuk PPK apa?," tanya hakim lagi.
"Yang bersangkutan memenuhi syarat sebagai PPK dan sudah mempunyai sertifikasi," kata Nyayu.
Kemudian hakim ketua mencecar saksi Nyayu terkait temuan BPK di Pembangunan Gedung Guest House Mess UIN Raden Fatah Palembang.
"Pembangunan ini kan ada temuan BPK soal keterlambatan dan sebagainya. Ternyata dalam dakwaan ada kerugian lagi, saksi tahu kenapa?," gali hakim ketua.
"Tidak tahu yang mulia," ujar Nyayu.
"Jadi tanggung jawab saudara selaku KPA apa? jika terjadi temuan," cecar hakim.
"Tugas saya meminta BPK untuk menagihkan kepada pelaksana dari temuan itu," jawab saksi.
Hakim ketua kemudian mengingatkan saksi bahwa tanggung jawabnya mutlak selaku KPA dalam pembangunan Gedung Guest House Mess UIN Raden Fatah Palembang tersebut.
"Saksi tahu tidak dalam perkara ini mutlak tanggang jawab saudara selaku KPA. Jadi lain kali hati-hati menerima jabatan KPA karena tanggung jawabnya sangat mutlak," ujar hakim ketua mengingatkan saksi.
"Terkait temuan hingga masuk perkara ini ke persidangan, saya tidak mendapatkan informasi secara detail. Mohon maaf yang mulia, saya tidak paham dalam perkara ini karena saya akademisi, karena menjadi pimpinan satker otomatis menjadi KPA," ujar Nyayu.
Kemudian hakim menyinggung terkait perkara ini tidak ada pihak UIN yang menjadi tersangka.
"Dalam perkara ini tidak ada yang menjadi tersangka dari pihak UIN, saksi-saksi yang dihadirkan praktis-praktis semua menjawab dipersidangan," tutup hakim ketua.
Dalam dakwaan, bahwa terdakwa Dony Prayatna selaku Penyedia Barang dan Jasa Kontruksi Pembangunan Guest House UIN Raden Fatah Palembang tahun anggaran 2022 bersama-sama dengan terdakwa Ir Sarwono Direktur PT Gapssary Mitra Kreasi selaku konsultan tidak melakukan pengawasan sebagaimana tercantum dalam dokumen kontrak.
Bahwa, perbuatan terdakwa Ir Sarwono secara melawan hukum, mengalihkan seluruh pekerjaan Pengadaan Konsultan Manajemen Konstruksi Pembangunan Gedung Guest House UIN Raden Fatah Palembang di Jalan Lebak Rejo Sekip Jaya Tahun Anggaran 2022 kepada terdakwa Dony Prayatna, sehingga menyebabkan kerugian negara atau perekonomian negara sebesar Rp.2.123.788.215,08.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-undang RI tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHPidana. (Ariel)