Sidang pembuktian perkara dugaan korupsi pembangunan LRT digelar di Pengadilan Tipikor Palembang (Foto : Ariel/SP) |
PALEMBANG, SP - Sidang pembuktian perkara dugaan korupsi Kegiatan Pekerjaan Pembangunan Prasarana Light Rail Transit (LRT) tahun anggaran 2016-2020, digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (21/1/2025).
Dalam perkara yang merugikan keuangan negara sebesar Rp.74.055.156.050,00, menjerat empat terdakwa yakni, Ir. Tukijo selaku Kepala Divisi ll PT Waskita Karya, Ignatius Joko Herwanto Kepala Gedung ll PT Waskita Karya Septian Andri Purwanto Kepala Divisi Gedung lll PT Waskita Karya dan Bambang Hariadi Wikanta selaku Direktur Utama PT Perenjtana Djaya.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Fauzi Isra SH MH, Tim Jaksa Penuntut Umum Kejati Sumsel, menghadirkan tujuh saksi beberapa diantaranya selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Kementerian Perhubungan RI.
Tujuh saksi itu adalah, Jumardi, Suranto, Taufik Hidayat, Aditya, Dimas, Agus Wahyudianto dan Hadi Pranoto Dirut PT Trisula.
Dalam keterangannya, saksi Jumardi selaku PPK periode ke II tahun 2016 dari Kementrian Perhubungan, menjelaskan bahwa PT Waskita Karya mulai mengerjakan pembangunan LRT Palembang berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 116.
Hal itu dikatakan saksi Jumardi saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum terkait tidak adanya kontrak dan tender dalam pekerjaan LRT tersebut.
"Saksi Jumardi, pada saat saudara dilantik menjadi PPK dalam pekerjaan LRT ditemukan ada 4 item masalah salah satunya terkait kontrak pekerjaan. Pertanyaannya, kegiatan ini dilaksanakan oleh PT Waskita Karya bisa saksi jelaskan?," tanya penuntut umum.
"Baik Pak Jaksa, kalau kita menggunakan Perpres 54 tentang pengadaan barang dan jasa memang harus dilakukan kontrak dulu. Nah disinilah spesialisnya Perpres 116 bahwa proses tender tidak ada begitupun persiapan dan perencanaan juga tidak ada. Awalnya, kami juga kaget tiba-tiba ada Perpres yang saat itu ada pemenangnya yang menugaskan PT Waskita Karya untuk melakukan pembangunan LRT," kata saksi Jumadi dipersidangan.
Jumardi menjelaskan, konsekuensi dari penugasan Presiden ke PT Waskita Karya, maka Kementerian Perhubungan diberikan juga tugas untuk mendukung pekerjaan tersebut. Salah satunya yang pertama adalah menyusun HPS. Tetapi terjadi perdebatan dalam rapat bahwa kalau tidak ada tender bearti tidak ada urgensinya HPS sehingga direvisi Perpres 116 menjadi Perpres 55.
"Kalau kaitannya dengan Perpres 54 tugas PPK pertama adalah mempersiapkan proses tender, kemudian melakukan tender, berkontrak kemudian melakukan pengawasan, tetapi itu dilompati dua Perpres karena tidak ada persiapan dan tidak ada tender," ujar saksi.
Lalu penuntut umum kembali mencecar saksi terkait kontruksi LRT yang dilaksanakan oleh PT Waskita Karya berdasarkan Perpres 116.
"Saudara tadi mengatakan dasar dari permasalahan untuk mengatasinya berdasarkan Perpres 116, pertanyaannya apa dasarnya sehingga muncul PT Waskita Karya yang mengerjakannya LRT ini?," cecar JPU lagi.
"Jadi begini, memang kalau kita pakai Perpres 54 tahun 2010, begitu kontrak biasanya PPK mengeluarkan surat perintah dimulainya pekerjaan (SPK) kepada kontraktor. Tetapi karena ini menggunakan Perpres 116 karena perintah langsung Presiden kepada PT Waskita Karya untuk mulai melakukan pekerjaan, sehingga sampai saat ini tidak ada SPK dari PPK pada pekerjaan LRT Palembang. Jadi itu dasarnya," jawab saksi Jumadi.
Sementara itu saksi Suranto yang juga selaku PPK Kemenhub mengakui pekerjaan LRT menjadi temuan BPK atas kelebihan bayar.
"Kegiatan ini yang jadi masalah terjadi penyimpangan berdasarkan hasil Audit BPK ada kelebihan bayar sebesar Rp1,3 Triliun, pekerjaan sudah selesai 100 persen, semua anggaran belum sepenuhnya dicairkan oleh PT Waskita Karya. Sementara temuan dari BPKP ada yang belum dibayarkan sebesar Rp 81 miliar hingga tahun 2024," ujarnya.
Dalam dakwaan bahwa salah satu terdakwa Bambang Hariadi Wikanta Direktur PT Perenjtana Djaya selaku kontraktor pelaksana tidak menyelesaikan atau tidak mengerjakan semua item pekerjaan sebagaimana dengan kontrak surat perjanjian. Akan tetapi tetap dilakukan pembayaran 100 persen oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk sebesar Rp109.375.068.000,00. Melalui 8 tahap pembayaran.
Sementara itu Terdakwa Ir. Ignatius Joko Herwanto bersama-sama dengan Ir. Tukijo, Ir. Septian Andri Purwanto serta Ir. Bambang Hariadi Wikanta selaku Direktur Utama PT. Perenjtana Djaya dan Ir Prasetyo Boedithajono selaku Direktur Prasarana Perkeretaapian dan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI (yang dilakukan penuntutan secara terpisah/splitzing), pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2021, sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu tidak melaksanakan proses pemilihan penyedia dengan benar dan menetapkan PT. Perenjtana Djaya sebagai pelaksana Pekerjaan Perencanaan Teknis Pembangunan Prasarana LRT Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan.
Dimana terdapat pengkondisian dan adanya kesepakatan fee yang harus diserahkan oleh PT. Perenjtana Djaya kepada PT. Waskita Karya serta dalam pelaksanaannya terdapat pekerjaan yang tidak dilaksanakan sehingga tidak sesuai Kontrak/Surat Perjanjian, sebagaimana diatur didalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dalam Perpres Nomor 4 tahun 2015 tentang perubahan ke empat Pasal 6. (Ariel)