Tim Jaksa Penuntut Umum Kejati Sumsel menghadirkan saksi fakta dari PTBA dalam sidang kasus korupsi izin pertambangan (Foto : Ariel/SP) |
PALEMBANG, SP - General Manager PT Bukit Asam Tbk Tanjung Enim Mining Unit Venpri Sagara dihadirkan sebagai saksi dalam sidang pembuktian perkara dugaan tindak pidana korupsi Pengelolaan Tambang, Izin Pertambangan Batubara pada PT. Andalas Bara Sejahtera yang telah menimbulkan kerusakan lingkungan hidup atau kerugian perekonomian negara dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (9/12/2024).
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Fauzi Isra SH MH, tim Jaksa Penuntut Umum Kejati Sumsel juga menghadirkan lima saksi fakta lainnya dari PT Bukit Asam Tbk, yaitu Wali Alhasuna, Ir Saptanto Sarwono Basuki, Septio Holidi, Natalina Pangaribuan dan Devi Darwis.
Dalam perkara yang mengakibatkan kerugian negara atau perekonomian negara sebesar Rp495 miliar akibat melakukan kegiatan eksplorasi pertambangan batubara di Kecamatan Merapi Barat Kabupaten Lahat di wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bukit Asam Tbk, menjerat enam terdakwa tiga diantaranya petinggi PT Andalas Bara Sejahtera yakni, Endre Saifoel, Gusnadi dan Budiman.
Kemudian mantan petinggi Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat periode 2010-2015, Misri selaku Kepala Dinas, Saifullah Apriyanto dan Lepy Desmianti.
Dalam keterangannya saksi Venpri Sagara yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Teknik Tambang mengungkapkan, bahwa PTBA sudah pernah mengirim surat sebanyak 3 kali kepada PT ABS agar menghentikan kegiatan penambangan karena sudah masuk dalam wilayah di Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bukit Asam Tbk.
"Kami sudah 3 kali bersurat meminta PT ABS menghentikan kegiatan penambangan karena sudah masuk dalam wilayah IUP OP PTBA. Akan tetapi, sampai hari ini belum ada tidak lanjut baik secara administrasi maupun perbaikan akibat kerusakan lingkungan," ujar saksi Venpri dalam persidangan.
Venpri menjelaskan, pihaknya juga telah melakukan berbagai upaya agar PT ABS bertanggung jawab atas terjadi kerugian negara akibat kerusakan lingkungan dari kegiatan tambang batu bara tersebut.
"Pernah menjawab surat yang kami kirim. Tetapi PT ABS membantah telah masuk wilayah IUP PTBA dan katanya tidak ada kerusakan lingkungan dari ekplorasi tambang itu," jelas saksi.
Saksi Venpri juga mengatakan, dari perhitungan secara internal akibat kerusakan lingkungan dari penambangan PT ABS telah terjadi kerugian sebesar Rp313 miliar.
Sementara itu saksi Wali Alhasuna selaku Vice Presiden PTBA mengatakan lahan milik PTBA sesuai dengan IUP OP seluas 3.300 hektar sebagaimana yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM.
Akan tetapi dari hasil laporan kata Wali, PT ABS telah melakukan penambangan diwilayah IUP OP PTBA kurang lebih seluas 9,8 hektar.
"Dari hasil peninjauan oleh tim dilokasi benar ada bekas lubang bekas galian tambang tanpa dilakukan reklamasi oleh PT ABS," jelas saksi kepada majelis hakim. (Ariel)