MUBA, SP - Puluhan warga yang berdomisili di Desa Tanjung Agung Raya, menolak keras keberadaan stokpile PT Basin Coal Mining (BCM) yang berlokasi di Desa Tanjung Agung Timur Kecamatan Lais Kabupaten Musi Banyuasin (Muba).
Penolakan ini terlihat saat puluhan warga melakukan aksi dilokasi Stockpile PT BCM, Senin (4/11/2024) pagi. Selaku Koordinator Aksi M Geri Branvino, Beni Sgiston SH, Koordinator Lapangan Indra Tatit, Koordinator Umum Indra Kesuma Dencik, dan Negosiator Aksi Asthawielah, Amiri Arifin, Samsuri Sulton, Ir Komarul Zaini, Moh Seni SP, Samsul Rahidin, Amiri Arifin.
Perwakilan warga melalui koordinator aksi, koordinator lapangan, koordinator umum dan negosiator aksi secara bergantian meneriakan tuntutan warga tersebut dan diselingi dengan teriakan histeris dari seorang ibu yang saat itu ikut dalam aksi.
Adapun tuntutan mereka diantaranya adalah meminta keadilan atas rusaknya tanam tumbuh kebun produktif warga akibat debu batubara PT BCM, terganggunya kesehatan karena debu batubara, terganggunya aktivitas penggunaan jalan desa, tercemarnya lingkungan disekitar aktivitas Stockpile PT BCM, dan menolak keberadaan stokpile PT BCM yang berlokasi berdampingan dengan jalan Desa Tanjung Agung Timur.
Menurut Asthawielah, Stockpile batubara PT BCM ini menimbulkan dampak lingkungan seperti kesehatan, pencemaran lingkungan dan terganggunya aktivitas penggunaan jalan desa. Oleh karena itu, dirinya meminta agar pihak perusahaan menutup aktivitas Stockpile PT BCM tersebut.
Dirinya juga mengatakan, Stockpile PT BCM tidak memiliki parit penampungan air limbah batubara tersebut, sehingga langsung mengalir ke sungai musi. "Ini sangat membahayakan biota kita. Jadi kita minta tutup Stockpile yang berada dipinggir sungai Musi dan berada dipinggir jalan desa ini," tegasnya.
Selain itu, Asthawielah juga mengancam akan terus menggelar aksi demonstrasi sebelum adanya upaya yang jelas dari pihak manajemen PT BCM. "Sungguh naif pemikiran pihak manajemen perusahaan ini (PT BCM-red) yang membiarkan warga yang menyadap aja susah, kemudian getahnya kena debu perusahaan, susah hampir berbulan bulan, tetapi tidak ada inisiatif dari pihak perusahaan," imbuhnya.
Senada dikatakan Amiri Arifin, sudah selayaknya kehadiran perusahaan memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat sekitar perusahaan. Namun sebaliknya, keberadaan PT BCM justru menimbulkan polemik dimasyarakat.
Oleh karena itu, Amiri mendesak agar Stockpile yang ada saat ini untuk dipindahkan. "Kami tidak menuntut untuk ditutup, tetapi Stockpile ini harus dipindahkan dari sini," tegasnya.
Selaku Koordinator Aksi, M Geri B mengatakan, selain mendesak agar Stockpile yang ada saat ini dipindahkan, juga meminta pertanggung jawaban atas kerugian masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas tambang batu bara PT BCM.
"Kami merasa teraniaya, disemena menakan, selama ini kami diam. Perusahaan tidak mengerti dengan penderitaan rakyat, mereka hanya mengeruk hasil kekayaan yang ada didaerah kami, namun tidak memperhatikan keluhan masyarakat," ujarnya.
Menanggapi 5 point tuntutan masyarakat, selaku kuasa hukum PT BCM, Reno Wardono SH menjelaskan bahwa Stockpile PT BCM sudah sesuai dengan aturan dan mendapatkan izin dari instansi terkait, termasuk izin perlintasan.
Dalam hal akses pengangkutan batubara yang melintas di beberapa anak sungai, yang dianggap menutup akses sungai dan dibuatkan jembatan yang layak, dirinya mengatakan bahwa jembatan yang berada di sempada dan disempanjang juga sesuai dengan aturan dan mengantongi izin.
"Namun kita juga tau ada longsoran tanah yang masuk sungai tersebut sehingga ada penyempitan dan dalam waktu dekat akan kita lakukan pengerukan. Untuk antisipasi debu, kita telah berupaya dengan optimal dengan melakukan penyiraman," pungkasnya.
Pernyataan yang dilontarkan oleh kuasa hukum PT BCM dibantah langsung oleh Asthawielah. Dirinya mengatakan, bagaimana pihak perusahaan mengantingi izin, sementara warga yang berdampingan dengan Stockpile tersebut tidak diajak bermusyawarah.
"Seharusnya, semua warga yang terdampak menjadi peserta rapat, aturannya jelas. Bagaimana perusahaan mendapatkan izinnya, sementara warga yang terdampak tidak pernah dilibatkan," sanggah Asthawielah.
Terkait dengan izin jembatan, Asthawielah membeberkan bagaimana cara pihak perusahaan mengantongi izin tersebut, sementara aturan pembuatan jembatan tidak sesuai dengan aturan. "Bagaimana mau mendapatkan izin, orang tingginya saja sama dengan ground tanah, kalau membuat jembatan itu harus diatas ground," pungkasnya.
Ditambahkan Beni S, keberadaan Stockpile PT BCM bahwa telah memperoleh izin, namun pihak perusahaan tidak memperhatikan syarat yang telah ditentukan.
"Tadi sudah dibacakan klausal izin, namun harus memperhatikan. Nah sekarang izin Stockpile terbit, tetapi apakah perusahaan memperhatikan efek ekonomisnya, efek ekologinya, efek sosial budayanya dan efek lingkungannya sehingga terjadilah aksi pada hari ini. Artinya point point itu dapat batal demi hukum, jika azas hukum itu sendiri tidak dipenuhi dengan baik dan benar," pungkasnya. (Ch@)