Tiga terdakwa kasus jaringan internet desa Dinas PMD Muba saling bersaksi di Pengadilan Tipikor Palembang (Foto : Ariel/SP) |
PALEMBANG, SP - Tiga terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Kegiatan Pengelolaan Jaringan Instalasi Komunikasi dan Informasi Lokal Desa tahun anggaran 2019-2023 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp.25.885.165.625, saling bersaksi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Palembang Kelas IA Khusus, Senin (18/11/2024).
Ketiga terdakwa itu yakni, Muhammad Arief Direktur PT Info Media Solusi Net, Riduan Kasi Keuangan Desa Dinas PMD Muba dan Harbal Fijar selaku Kepala Bidang Pembangunan Ekonomi dan Desa Dinas PMD Muba.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Efiyanto SH MH, terdakwa M Arief dalam kesaksiannya membuka adanya sekenario terkait aliran dana dari internet desa sejumlah Rp 7 miliar 20 juta yang awalnya akan dibebankan semua ke terdakwa Riduan.
Hal itu diungkapkan M Arief saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum terkait tersangka Redho dan terdakwa Riduan menemui tersangka Richard Cahyadi dirumahnya
"Saksi M Arief, apakah benar pernah saudara menyuruh Redho kerumah Richard Cahyadi. Ada keperluan apa bisa dijelaskan?," tanya JPU.
"Pernah, waktu itu Redho dan Riduan menemui Richard Cahyadi dirumahnya untuk memberitahukan bahwa ada sekenario yang menerima aliran dana dari internet desa sebesar Rp 7 miliar 20 juta adalah Riduan, padahal kenyataannya yang menerima uang tersebut Muhzen. Dan Muhzen berharap Riduan tidak tertangkap saat ditetapkan DPO," ungkap M Arief.
"Berarti itu semua sekenario yang saudara buat?," tanya JPU lagi.
"Benar itu sekenario awal, karena Riduan sempat DPO. Muhzen menemui saya di rutan bersama Maulana untuk mengurus perkara ini saat waktu masih di penyidikan," kata Arief.
Kemudian penuntut umum kembali mencecar M Arief terkait aliran dana dari rekening PT ISN sebesar Rp13 miliar yang dicairkan oleh tersangka Redho.
"Saksi M Arief apakah benar saudara ada memerintahkan uang keluar dari rekening 32 PT ISN Rp13 miliar ke saudara Redho?
"Benar ada saya yang memerintahkan," jawab Arief.
"Dari Rp13 miliar itu apakah ada yang mengalir ke terdakwa Riduan dan Harbal Fijar," gali JPU.
"Kalau ke Riduan ditahap awal saja sebesar Rp250 juta, selain itu ada juga yang ditransfer Rp20 juta dan biaya hotel. Kalau ke Harbal Fijar waktu itu proses transisi dari Muhzen kemudian terjadi pertemuan di hotel Excelton Palembang saya pertama membawa uang Rp100 juta dalam bentuk dolar Amerika yang saya bagi dua amplop. Uang itu sebagai bentuk kordinasi karena dia menjabat Kabid menggantikan Mohzen," katanya.
Lalu penuntut umum kembali menggali keterangan M Arief terkait aliran dana yang masuk ke rekeningnya sebesar Rp2,1 miliar yang dikirim oleh orang bernama Andi.
"Saksi M Arief, disini ada dana masuk ke rekening saudara Rp2,1 miliar bisa dijelaskan uang apa itu," telisik penuntut umum.
"Uang Rp2,1 miliar itu masuk yang dikirim Andi ke rekening Bank Mandiri saya, untuk mengurus perkara ini agar dihentikan pada saat proses penyidikan," jelas M Arief.
"Siapa yang punya inisiatif untuk urus-mengurus perkara ini?," tanya JPU.
"Maulana dan Muhzen yang saat itu menemui saya di Rutan," ujarnya.
Kemudian penuntut umum bertanya kepada saksi Riduan dan Harbal Fijar terkait keterangan M Arief soal aliran dana yang mereka terima dari internet desa.
"Riduan dari keterangan M Arief tadi ada sejumlah uang mengalir ke saudara apakah benar?," tanya JPU.
"Itu tidak benar," jawab Riduan singkat.
"Baik, kalau Harbal Fijar apakah benar sauadara menerima uang dari M Arief bagaimana cara saudara menerimanya?," tanya JPU lagi.
"Ada saya terima dalam bentuk dolar kemudian ada yang ditransfer oleh Redho Rp350 juta. Kemudian uang itu sudah saya kembalikan semua ke rekening PT ISN dan saya juga kembalikan ke penyidik," kata Harbal Fijar mengakui.
Saat giliran majelis hakim mencecar terdakwa Riduan terkait kegiatan internet desa yang seharusnya tidak perlu dibayar oleh APBDes karena sebelumnya sudah akan dilaksanakan Dinas Kominfo Muba.
"Saudara Riduan sebelumnya apakah Dinas PMD ada kerja sama dengan desa untuk menyelenggarakan kegiatan internet. Sebenernya kan Dinas Kominfo yang melaksanakannya melalui tender dan desa tidak perlu lagi membayar, kemudian siapa yang punya ide sehingga Dinas PMD yang melaksanakannya dan yang membayar menggunakan APBDes?," tanya hakim.
"Yang punya ide Pak Richard yang mulia," jawab Riduan singkat.
Mendengar jawaban itu, lalu hakim anggota lainnya kembali bertanya soal anggaran internet yang direkayasa oleh Dinas PMD.
"Saudara Riduan, sebelumnya saja sudah direkayasa anggaran Internet ini. Siapa yang merekayasa sampai bertahun-tahun seperti ini?," cecar hakim.
"Saya hanya melaksanakan teknis saja yang mulia," kata Riduan.
"Bukan soal teknis, ini sudah terjadi bertahun-tahun. Dalam perkara ini, saudara menerima aliran uang apakah sudah dikembalikan kepada penyidik atau penuntut umum. Saudara harus memberikan keterangan yang benar jangan saudara tutup-tutupi. Mensreanya ada disini, tapi saudara tidak merasa!," seru hakim kepada Riduan.
Seperti diketahui dalam pengembangan perkara tersebut, Richard Cahyadi telah ditetapkan sebagai tersangka baru bersama dua orang lainya yakni, M Redho dan Muhzen.
Saat ini berkas perkara ketiga tersangka tersebut sudah Tahap II dan akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Palembang Kelas IA Khusus untuk disidangkan. (Ariel)