Notification

×

Tag Terpopuler

Kerugian Perkara KORPRI Sudah Dikembalikan, Ahli Tipikor: Pasal 2 dan Pasal 3 Sudah Tidak Terpenuhi

Thursday, August 22, 2024 | Thursday, August 22, 2024 WIB Last Updated 2024-08-22T14:20:54Z

Sidang lanjutan pembuktian perkara kasus dana KORPRI Banyuasin di Pengadilan Tipikor Palembang (Foto : Ariel/SP)

PALEMBANG, SP - Sidang lanjutan pembuktian perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana KORPRI Banyuasin tahun 2022-2023 sudah memasuki agenda mendengarkan pendapat ahli yang dihadirkan oleh tim penasehat hukum terdakwa di Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (22/8/2024).


Dalam perkara yang merugikan keuangan negara sebesar Rp342 juta sebagaima dakwaan penuntut umum menjerat dua terdakwa Bambang Gusriandi dan Mirdayani.


Dihadapan majelis hakim yang diketuai Masrianti SH MH, tim penasehat hukum dua terdakwa menghadirkan ahli Hukum Pidana Prof. Dr. Suparji SH MH dari Universitas Al Azhar Indonesia dan ahli Tindak Pidana Korupsi Prof. Dr. Febrian SH MS dari Universitas Sriwijaya.


Dalam persidangan, ahli Prof. Dr Suparji dimintai pendapatnya oleh hakim terkait putusan yang akan diambil oleh majelis hakim secara proporsional agar mengambil putusan yang bermanfaat.


"Kami meminta pendapat ahli dari seluruh unsur dalam pasal yang dikenakan kepada para terdakwa ini, ada beberapa hal yang sama maupun berbeda. Apakah ketika seorang terdakwa sudah melakukan apakah itu penitipan, pengembalian yang dianggap itu merugikan keuangan negara itu seperti apa menurut ahli, apakah sudah menjernihkan tentang rasa positiftisme putusan yang diambil dari nilai-nilai yang terjadi dalam fakta persidangan bagaimana menurut ahli, karena hakim sebagai pemutus?," tanya hakim anggota Ardian Angga kepada ahli.


"Baik izin yang mulia, selama menggunakan batu uji dari penyidik maka sebelumnya tidak terjadi berbeda pandangan dan pendapat, maka itu dalam konteks ini bahwa disinilah majelis hakim memberikan penilaian berdasarkan fakta-fakta, kalau pada kenyataannya adalah telah mengembalikan kerugian keuangan negara, maka pada saat persidangan artinya negara sudah tidak mengalami kerugian. Ketika negara sudah tidak mengalami kerugian, berati unsur kerugian negara sudah tidak terpenuhi. Berarti, Pasal 2 dan Pasal 3 menjadi tidak terpenuhi," jelas Prof. Dr Suparji dalam persidangan.


Sementara itu Arief Budiman tim penasehat hukum terdakwa Bambang Gusriandi seusai sidang mengatakan, ahli Prof. Dr Suparji SH MH dari Universitas Al Azhar Indonesia yang dihadirkannya merupakan ahli khusus Tindak Pidana Korupsi.


"Dari apa yang disampaikan oleh ahli tadi terkait pengembalian kerugian negara ketika sudah dikembalikan sebelum terdakwa dijadikan tersangka. Artinya menurut ahli pengembalian tersebut jangan dianggap sebagai Justicefikasi sebagai pengakuan. Jadi harus dilihat secara utuh perbuatan tindak pidana korupsi itu sendiri, apalagi dari fakta persidangan sebelumnya pengembalian itu diperintahkan oleh Sekda Banyuasin bukan dari kesadaran terdakwa dalam bentuk pengakuan," ujar Arief.


Arief mengatakan, faktanya ini ditarik menjadi perkara setelah adanya pengembalian tersebut, artinya Jaksa menganggap itu adalah sebagai bentuk pengakuan.


"Dan yang paling penting disampaikan oleh ahli tadi, bahwa dalam perkara ini sudah tidak ada kerugian negara karena sudah dikembalikan, maka Pasal 2 dan Pasal 3 terkait bunyi kerugian negara itu sudah tidak terbukti dan artinya, salah satu unsur dalam tindak pidana tidak terbukti maka dalam pasal tersebut tidak terpenuhi," jelasnya.


Dikatakannya terkait tetidakadilan negara yang mana yang diderita oleh negara ketika sudah dikembalikan dan terdakwa dibebaskan.


"Kalau terdakwa dibebaskan dan negara sudah tidak dirugikan apakah negara ini masih tidak menerima keadilan. Ini yang menjadi pertanyaan," tanyanya.


Kemudian Arief menambahkan terkait ahli peraturan perundang-undangan Prof. Dr. Febrian dari Universitas Sriwijaya yang dihadirkan menerangkan terkait Pasal 2 yang mana setiap orang secara melawan hukum berdiri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.


"Pada intinya, ahli menerapkan bahwa peraturan KORPRI, keputusan Bupati terkait KORPRI itu bukan peraturan perundang-undangan," pungkasnya. (Arief)

×
Berita Terbaru Update