Tim kuasa hukum Mirdayani terdakwa kasus dana KORPRI Banyuasin memberikan keterangan seusai sidang (Foto : Ariel/SP) |
PALEMBANG, SP - Tim kuasa hukum terdakwa Mirdayani dari Kantor Hukum Bersama Keadilan menilai perkara dugaan tindak pidana korupsi Pengelolaan Dana KORPRI Kabupaten Banyuasin terkesan dipaksakan.
Hal tersebut dikatakan Hendri Umar Adi Kesuma, Bobby Mulyadi dan Djoko Sungkowo selaku kuasa hukum dari terdakwa bendahara KORPRI Banyuasin tersebut, saat menanggapi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejari Banyuasin.
Atas dakwaan yang menjerat kliennya itu, pihaknya akan melayangkan nota keberatan atau eksepsi pada sidang selanjutnya.
Menurutnya, kliennya Mirdayani sebagai Bendahara KORPRI Banyuasin, tidak pernah diperiksa oleh Inspektorat dan telah mengembalikan semua kerugian sebagaimana dalam dakwaan.
"Setelah kami pelajari dalam dakwaan, bahwa temuan dari Inspektorat itu tanggal 5 Maret 2024, sedangkan penyelesaian pengembalian kerugian ini pada tanggal 6 Maret 2024. Yang kami pertanyakan, kenapa klien kami Mirdayani, baru tanggal 14 Maret 2024 dijadikan tersangka dan langsung ditahan. Padahal, penuntut umum Kejari Banyuasin, baru menerima hasil Investisigasi dari Inspektorat Banyuasin," ujarnya.
Dikatakan Hendri Umar, sebelum perkara ini naik ketingkat penyidikan. Uang kerugian dimaksud, sudah diminta Sekda Banyuasin kepada Mirdayani, untuk segera mengembalikan uang atas temuan dari Inspektorat tanggal 6 Maret 2024.
"Kalau klien kami, sudah mengembalikan Rp 113 juta, sisanya terdakwa 1 Bambang Guariandi. Sehingga sudah pas tidak ada kerugian negara, baik KORPRI maupun Negara. Poin eksepsi yang akan kami sampaikan nanti, bahwa terkait temuan ini, belum ada pelimpahan atau delegasi dari Inspektorat Banyuasin ke Kejari Banyuasin," ujarnya.
"Harapan kami, bahwa dakwaan jaksa ini tidak bisa diterima. Karena belum adanya Investisigasi dari Inspektorat Banyuasin. Kami juga menyinggung terkait adanya MoU nota kesepahaman antara Mendagri, Kejaksaan RI dan Polri. Dalam Pasal 5 jelas, bahwa temuan itu harus diselesaikan dalam waktu 60 hari oleh Inspektorat. Apabila tidak dilaksanakan atau tidak ditindaklanjuti, maka temuan baru dikatakan adanya indikasi pidana. Namun dakwaan ini tidak mengacu pada MoU tersebut," tegasnya.
Sehingga dalam kasus ini, pihaknya menilai jaksa penuntut umum, telah melanggar MoU nota kesepahaman antara Mendagri, Kejaksaan RI dan Polri.
Sementara itu Djoko Sungkowo menambahkan, jaksa memang punya wewenang untuk memeriksa dan menyelidiki, namun tentu dengan adanya alat bukti.
"Sedangkan bukti ditemukan tanggal 5 Maret 2024, mereka sudah menyelidiki sebelumnya. Maka kami anggap tuntutan jaksa ini kabur. Jadi haruslah batal demi hukum, dengan eksepsi nanti, kami meminta agar majelis hakim untuk membatalkan dakwaan JPU," ujarnya.
Diketahui dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum Kejari Banyuasin mendakwa terdakwa I Bambang Gusriandi dan terdakwa II Mirdayani, selaku Sekretaris dan Bendahara KORPRI Banyuasin, telah menguntungkan diri sendiri dan orang lain.
Telah menggeluarkan dana kas KORPRI tidak sesuai keputusan Bupati Banyuasin. Dan laporan pertanggung jawaban penggunaan dana KORPRI Banyuasin, tidak dikelola dengan tertib, transparan dan bertanggung jawab. (Ariel)