Kasi Pidsus Kejari PALI Imam Murtadlo memberikan keterangan sesuai sidang di Pengadilan Tipikor Palembang (Foto : Ariel/SP) |
PALEMBANG, SP - Sidang pembuktian perkara dugaan korupsi pembangunan gedung DPRD PALI tahap II tahun anggaran 2021 sebesar Rp 36 Milyar pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman masih terus bergulir di Pengadilan Tipikor Palembang.
Dalam perkara tersebut, menjerat empat terdakwa atas nama Irwan ST MM selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Meidi Robin Lionardi Direktur Utama PT Adhi Pramana Mahogra, Yose Rizal Kepala Cabang Palembang PT Asuransi Rama Satria Wibawa dan Danu Nanang Hermawan.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Edi Terial SH MH, ketua tim Jaksa Penuntut Umum yang juga Kasi Pidsus Kejari PALI Imam Murtadlo SH MH, menghadirkan Ahmad Mirza ahli konstruksi dan Melisa Tresia dari Auditor Inspektorat PALI, Rabu (29/3/2023).
Dalam keterangannya, ahli konstruksi Ahmad Mirza mengungkapkan bahwa proyek pembangunan gedung DPRD PALI tahap II telah terjadi penyimpangan yang mengakibatkan pembangunan tersebut tidak bisa bermanfaat untuk digunakan.
"Pada saat dilakukan pengecekan fisik di proyek pembangunan gedung DPRD PALI tahap II itu, ditemukan pembangunan yang belum selesai dikerjakan dan timbunan tanah baru setengahnya. Dari hasil pengecekan disimpulkan telah terjadi penyimpangan dalam pembangunan gedung tersebut dan dianggap tidak bermanfaat untuk digunakan," ujar Ahmad Mirza dalam persidangan.
Dijelaskannya, proyek senilai Rp 36 milyar itu telah dicairkan uang muka sebesar Rp 7 milyar untuk pekerjaan diantaranya persiapan, peninbunan dan pembangunan. Akan tetapi dari nilai uang muka tersebut, penimbunan baru dikerjakan 50 persen.
Seusai sidang Kasi Pidsus Kejari PALI Imam Murtadlo SH MH mengatakan, ahli konstruksi yang dihadirkan dalam persidangan menjelaskan dari kontruksional progres pembangunan gedung DPRD PALI tahap II tersebut, dianggap tidak bisa dimanfaatkan.
"Dari pembangunan yang hanya mencapai 2,7 persen itu, ahli konstruksi tadi menjelaskan bahwa dianggap tidak bermanfaat untuk dipergunakan. Namun, ahli juga mengatakan bahwa proyek tersebut bisa dilanjutkan meskipun pekerjaannya hanya sedikit,
Imam menambahkan, bahwa keterangan dari ahli perhitungan kerugian negara dari Auditor Inspektorat PALI Melisa Tresia menjelaskan, terkait dua metode perhitungan yang dilakukan yakni total loss dan net loss.
"Ahli dari Inspektorat tadi menjelaskan terkait dua metode perhitungan yang dilakukan yakni total loss dan net loss. Yang total loss itu, terkait surat jaminan uang muka pelaksanaan yang tidak bisa di klaim oleh pemerintah, karena tidak bisa di klaim jadi otomatis dihitung menjadi kerugiankerugian. Tetapi untuk metode net loos terhadap pekerjaan yang sudah dilaksanakan," jelas Imam.
Dalam dakwaan diketahui, kasus tindak pidana korupsi tersebut terjadi bahwa PT. Adhi Pramana Mahogra selaku pelaksana kegiatan tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak dan berhenti pada saat bobot pekerjaan hanya mencapai 2,76%, padahal penyedia telah melakukan pencairan uang muka sebesar 20% dari nilai kontrak yaitu sebesar Rp.7.110.534.600.
Atas perbuatannya para tersangka diancam pidana Primair pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, Subsidair Pasal pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No.31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (Ariel)