Dua kandidat Wakil Bupati Muara Enim pada proses pemilihan oleh DPRD beberapa waktu lalu (Foto : Istimewa) |
PALEMBANG, SP - Setelah terpilih dan ditetapkan melalui Pemilihan Wakil Bupati Muara Enim oleh DPRD Muara Enim pada tanggal 6 September 2022 lalu, namun hingga saat ini Ahmad Usmarwi Kaffah SH, belum juga dilantik oleh Gubernur Sumsel Herman Deru.
Hal itu dikarenakan, DPRD Muara Enim yang menetapkan Ahmad Usmarwi Kaffah sebagai Wakil Bupati terpilih digugat oleh sejumlah pihak ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang.
Bahkan gugatan tersebut saat ini sudah memasuki proses persidangan di PTUN Palembang. Sidang perdana atas gugatan ini sebelumnya sudah digelar dengan agenda pembacaan gugatan pada 25 Oktober 2022 lalu.
Untuk selanjutnya, sidang akan digelar pada tanggal 1 November 2022 mendatang dengan agenda jawaban dari tergugat dalam hal ini DPRD Muara Enim.
Dr. Firmansyah, SH, MH kuasa hukum penggugat yakni, DPC LSM Abdi Lestari (ABRI), DPC Projo Muara Enim, Perkumpulan Gerakan Asli Serasan Sekundang (GASS), DPD LSM Berantas serta DPD LSM Siap dan Tanggap (SIGAP) mengatakan, gugatan yang dilayangkan ke PTUN bermula setelah penggugat menilai adanya kekeliruan dalam menentukan status terhadap Juarsah.
"Sebab mereka (DPRD) yang melaksanakan pemilihan tersebut, kami menganggap proses pemilihannya cacat hukum, karena ada kekeliruan dalam menentukan status terhadap mantan Bupati Muara Enim Juarsah, ujarnya, Sabtu (29/10/2022).
Untuk diketahui, Juarsah adalah mantan Bupati Definitif Muara Enim yang menggantikan Ahmad Yani yang terjerat dalam perkara penerimaan hadiah atau janji fee 16 paket proyek pada Dinas PUPR.
Akan tetapi dalam pengembangan perkara yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Juarsah ikut terjerat dalam pusaran suap fee 16 paket proyek.
Bahkan Juarsah sendiri sudah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Palembang dan sudah berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor : 2213K/Pid.Sus/2022.
Selain Juarsah, sebanyak 25 anggota DPRD Muara Enim yang terjerat dalam perkara yang sama juga telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Palembang.
Firmansyah menjelaskan, sejak keluarnya Incrah (putusan berkekuatan hukum tetap) terhadap Juarsah, artinya telah resmi terjadinya kekosongan jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim secara bersamaan.
"Putusan terhadap Juarsah sudah berkekuatan hukum tetap terhitung sejak tanggal 15 Juni 2022 bukan tanggal 8 Juli 2022. Di sisi lain ternyata surat usulan partai pengusung baru diajukan tanggal 7 Juli 2022 yang mengajukan dua nama calon wakil Bupati. Artinya surat pencalonan tersebut diajukan setelah putusan Juarsah berkekuatan hukum tetap," ujarnya.
Dengan demikian katanya, penggugat mengacu pada Pasal 174 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, (UU Pilkada), dimana seharusnya dilakukan pengisian jabatan bupati dan wakil bupati secara bersamaan.
"Namun karena sisa masa jabatan kurang dari 18 bulan, otomatis pemilihannya tidak dapat lagi dilakukan. Maka semestinya menteri Dalam Negeri menunjuk Pj Bupati sampai habis masa jabatan itu. Tetapi DPRD Muara Enim justru tetap melaksanakan pemilihan. Dan tambah celakanya lagi yang dipilih hanya Wakil Bupati saja, bukanya satu paket yakni Bupati dan Wakil," ujarnya.
Firmansyah melanjutkan, suatu kekeliruan yang fatal bila DPRD Muara Enim berpedoman pada Pasal 176 UU Pilkada dan Surat Penjelasan Menteri Dalam Negeri Cq Sekretaris Jenderal Nomor : 132.16/4202/SJ tanggal 20 Juli 2022, perihal Penjelasan Pengisian Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023.
"Menurut penggugat, DPRD Muara Enim semestinya berpedoman pada Pasal 174 UU Pilkada. Oleh karena itu kami menilai seluruh rangkaian kegiatan mulai dari tahap pemilihan Wakil Bupati Muara Enim hingga diterbitkannya Objek Sengketa a quo adalah tidak sah dan catat hukum karena bertentangan dengan Pasal 174 UU Pilkada. Selain itu juga bertentangan dengan PP No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, dan bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB)," ujar Firmansyah.
Ditambahkannya, gugatan yang dilakukan penggugat untuk mencegah konflik karena sejak awal sudah terjadi pro dan kontra dan bahkan cenderung dipaksakan pemelihan Wakil Bupati tersebut.
"Sebenernya yang paling penting gugatan itu juga untuk mencegah konflik karena sejak awal sudah banyak pihak pro dan kontra, dan cenderung dipaksakan. Dengan gugatan ini dimaksudkan agar kondisi Muara Enim kondusif, dan apapun hasil putusan PTUN nanti semua pihak wajib menghormatinya," tutupnya. (Ariel)