MUARA ENIM, SP - Perusahaan pertambangan batubara diduga terang-terangan mengangkut batubara menggunakan jalan umum. Bahkan melintas di depan Kantor Bupati Muara Enim.
Pelanggaran angkutan tersebut, diduga dilakukan oleh salah satu perusahaan batubara yang beroperasi di Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.
Padahal angkutan batubara dari tambang batubara itu sudah beberapa kali menadapat penolakan dari aktivis di Muara Enim melalui aksi unjuk rasa.
Penggiat aktivis Adamri bersama rekan rekanya mengatakan, pihaknya menyaksikan langsung lalu lalang angkutan batubara yang tengah melintas dijalan umum dalam kota Muara Enim, Sabtu (8/10/2022) pukul 23.30 WIB malam.
”Kami sudah menyaksikan langsung angkutan batubara diduga kuat dari tambang batubara PT DBU melintas dijalan umum dalam kota Muara Enim. Lalu lalang angkutan batubara itu tidak tanggung-tanggung mala melintas didepan kantor Bupati Kabupaten Muara Enim tengah malam,” ujar Adam.
Dikatakannya, jika belum ada pencabutan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengangkutan Batubara Melalui Jalur Khusus, artinya perusahaan pertambangan batubara bersama transportirnya sudah sangat menantang Pemerintah dan penegak aturan.
"Saya bersama rekan rekan sudah memantau langsung angkutan batubara itu mulai dari jalan lingkar depan simpang Desa Kepur Kecamatan Muara Enim melalui jalan lintas Muara Enim - Prabumulih, kemudian melintas di jalan Ahmad Yani didepan didepan Kantor Bupati Muara Enim dengan kecepatan tinggi, diduga akan menuju ke jalan PT Servo," katanya.
Dijelaskannya, bahwa mobilisasi angkutan batubara tersebut, ketika kembali dalam keadaan kosong juga melintas konvoi di jalan perkantoran Islamic Center.
"Tidak tertutup kemungkinan ketika warga lengah, bisa jadi angkutan batubara itu menggunakan jalan pintas jalan perkantoran Islamic Center," ungkapnya.
Adamri juga mempertanyakan, izin angkutan batubara melintas dijalan umum tersebut didapatkan dari mana. Sementara, Peraturan Daerah (perda) Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengangkutan Batubara Melalui Jalur Khusus belum dicabut.
Dengan demikian, dirinya meminta kepada Pemerintah Kabupaten Muara Enim untuk meninjau kegiatan angkutan batubara yang diduga mengangkangi Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tersebut.
”Kebiasaan angkutan batubara menggunakan jalan umum itu, ketika diberi kelonggaran atau dispensasi, saat tidak dilakukan pengawasan yang ketat maka akan mengakibatkan over load kendaraan dijalan umum, sehingga macet dan sering menyebabkan lakalantas dan jalan rusak, laksana pepatah, ”ketika diberi hati maka akan minta jantung," katanya.
”Gubernur Provinsi Sumsel, H Herman Deru mengeluarkan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Sumsel No 74 Tahun 2018 tentang Pencabutan Pergub Nomor 23 Tahun 2012 serta kembali kepada Peraturan Daerah (perda) Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengangkutan Batubara Melalui Jalur Khusus bukanlah tanpa alasan. Karena angkutan batubara menggunakan jalan umum menjadi momok yang menakutkan masyarakat, jadi pengalaman buruk beberapa tahun yang lalu, sudah sangat meresahkan masyarakat, membuat kemacetan, mengancam nyawa masyarakat, merusak sarana jalan serta sudah menyebabkan pencemaran udara karena debu debu batubara yang berterbangan di udara, apalagi kegiatan itu tidak meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Muara Enim,” beber Adam.
Aktivis lingkungan Muara Enim Sucipto, menambahkan, bahwa angkutan batubara menggunakan jalan umum jelas memiliki dampak pencemaran lingkungan karena debu debu batubara yang berterbangan di udara walaupun sudah dipasang terpal. Debu debu itu, sadar ataupun tidak sadar akan sangat membahayakan kesehatan masyarakat cepat ataupun lambat.
"Kalau sudah ada aturan melarang angkutan batubara menggunakan jalan umum, hendaknya ditaati oleh para pengusaha batubara, baik pemilik tambang maupun dari fihak transportir. Demikian juga instansi yang terkait agar mendukung peraturan itu untuk ditegakan," tegasnya.
Sementara itu terkait permasalahan tersebut, Dinas Perizinan dan Dinas Perhubungan Kabupaten Muara Enim belum berhasil dikonfirmasi. (Dharmawan)