PALEMBANG, SP - Sidang pembuktian perkara dugaan suap atau gratifikasi atas paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR Musi Banyuasin tahun 2019, yang menjerat terdakwa oknum perwira polisi nonaktif AKBP Dalizon digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (7/7/2022).
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Mangapul Manalu SH MH, tim Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan tiga saksi penyidik dari Sudit Tipikor Polda Sumsel, yakni, Eriadi, Sarupen dan Erlando.
Dalam persidangan terungkap, bahwa penyidik pada saat itu melakukan pemeriksaan terhadap saksi Eddy Umari dan Herman Mayori dengan surat perintah kadarluasa.
Hal itu diketahui, saat saksi Sarupen dicecar oleh majelis hakim terkait dihentikannya penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan proyek di Dinas PUPR Muba.
"Saudara saksi, dihentikannya penyelidikan kenapa tidak dilakukan gelar perkara," tanya hakim ketua kepada saksi.
Kemudian saksi menjawab dikarenakan penyelidikan tidak ditemukannya unsur kerugian negara.
"Dihentikannya penyelidikan karena tidak ditemukan unsur kerugian negara hanya saja terdapat kelebihan bayar dalam kegiatan proyek di Muba dan itu sudah dikembalikan yang mulia," jawab saksi Sarupen.
Mendengar jawaban tersebut, lantas hakim mempertegas pertanyaan kepada saksi kenapa masih dilakukan pemeriksan.
Sebelum saksi menjawab, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung memberikan keterangan kepada majelis hakim bahwa penyelidikan yang dilakukan menggunakan surat surat perintah yang sudah kadarluasa.
"Mohon izin memberikan alat bukti yang mulia, karena saksi memeriksa Eddy Umari menggunakan surat perintah yang sudah kadaluarsa," ujar JPU.
Kemudian saat hakim mempertanyakan terkait hanya satu saksi saja yang diperiksa kemudian perkara dihentikan, Sarupen tidak menjawab dengan rinci pertanyaan tersebut.
"Apakah hanya keterangan satu saksi saja yang diperiksa sudah bisa disimpulkan dan dihentikannya penyelidikan? Tanya hakim lagi.
"Saya lupa yang mulia," singkat saksi.
Kembali ditanya apakah turut serta menerima sejumlah uang dari penyelidikan perkara yang dihentikan tersebut, saksi Sarupen tidak mengakui dirinya mendapat uang yang dimaksud.
"Saya tidak pernah menerima uang tersebut yang mulia, adapun keterangan dalam BAP sebelum sudah saya rubah," jawabnya.
Sementara itu saksi Eriadi dalam keterangannya mengatakan, juga mengatakan hal sama dengan saksi Salupen terkait adanya kelebihan bayar.
"Setelah dilakukan pemeriksaan lapangan ada kelebihan bayar dan sudah dikembalikan. Atas itulah proses penyelidikan dihentikan, memang prosesnya seperti itu yang mulia," ujar Eriadi.
Ditanya hakim terkait penghentian perkara tanpa adanya gelar perkara dan SP3 apakah sudah memenuhi aturan hukum. Saksi Eriadi mengakuinya bahwa itu tidak sesuai dengan aturan hukum.
"Siapa yang memerintahkan saudara untuk menghentikan penyelidikan perkara?," Tanya hakim lagi.
"Saya diperintahkan Kasubdit III Tipikor yaitu AKBP Dalizon untuk menghentikan penyelidikan yang mulia," jawabnya.
Diketahui dalam dakwaan, tim JPU Kejagung menyebutkan bahwa terdakwa Dalizon memaksa Kepala Dinas PUPR Muba Herman Mayori untuk memberikan fee sebesar 5 persen terkait proses penyidikan yang tengah ditangani oleh pihak kepolisian yang mana pada saat itu terdakwa menjabat sebagai Kasubdit 3 Tipikor Direskrimsus Polda Sumsel.
"Memaksa Kepala Dinas PUPR Muba untuk memberikan uang sebesar Rp.5 miliar rupiah agar tidak melanjutkan penyidikan proyek bermasalah di Muba, dan 5 miliar untuk pengamanan agar tidak ada aparat penegak hukum lain untuk melakukan penyidikan atas upaya tindak pidana korupsi di dinas PUPR Muba," tegas JPU Kejagung saat membacakan dakwaan.
Selain itu lanjut JPU, untuk memenuhi permintaan terdakwa, ada seseorang bernama Adi Chandra tanpa menghubungi terdakwa membawa uang sebesar 10 miliar yang dimasukan didalam dua kardus dan membawanya kerumah terdakwa yang beralamat di kawasan Grend Garden Kota Palembang.
Dengan diterimanya uang 10 miliar tersebut, terdakwa Dalizon tetap melakukan proses penyelidikan dengan admistrasi abal-abal.
Dari keterangan terdakwa ujar JPU, uang tersebut diberikan kepada Anton Setiawan yang saat itu mejabat sebagai Dir Reskrimsus Polda Sumsel sebesar Rp. 4.750.000.000.
Atas perbuatannya, terdakwa Dalizon diancam dengan Pasal alternatif kumulatif yakni sebagai aparat penegak hukum diduga telah melakukan tindak pidana gratifikasi dan pemerasan, yakni melanggar Pasal 12e atau 12B UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi, atau Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi. (Ariel)
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Mangapul Manalu SH MH, tim Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadirkan tiga saksi penyidik dari Sudit Tipikor Polda Sumsel, yakni, Eriadi, Sarupen dan Erlando.
Dalam persidangan terungkap, bahwa penyidik pada saat itu melakukan pemeriksaan terhadap saksi Eddy Umari dan Herman Mayori dengan surat perintah kadarluasa.
Hal itu diketahui, saat saksi Sarupen dicecar oleh majelis hakim terkait dihentikannya penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan proyek di Dinas PUPR Muba.
"Saudara saksi, dihentikannya penyelidikan kenapa tidak dilakukan gelar perkara," tanya hakim ketua kepada saksi.
Kemudian saksi menjawab dikarenakan penyelidikan tidak ditemukannya unsur kerugian negara.
"Dihentikannya penyelidikan karena tidak ditemukan unsur kerugian negara hanya saja terdapat kelebihan bayar dalam kegiatan proyek di Muba dan itu sudah dikembalikan yang mulia," jawab saksi Sarupen.
Mendengar jawaban tersebut, lantas hakim mempertegas pertanyaan kepada saksi kenapa masih dilakukan pemeriksan.
Sebelum saksi menjawab, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung memberikan keterangan kepada majelis hakim bahwa penyelidikan yang dilakukan menggunakan surat surat perintah yang sudah kadarluasa.
"Mohon izin memberikan alat bukti yang mulia, karena saksi memeriksa Eddy Umari menggunakan surat perintah yang sudah kadaluarsa," ujar JPU.
Kemudian saat hakim mempertanyakan terkait hanya satu saksi saja yang diperiksa kemudian perkara dihentikan, Sarupen tidak menjawab dengan rinci pertanyaan tersebut.
"Apakah hanya keterangan satu saksi saja yang diperiksa sudah bisa disimpulkan dan dihentikannya penyelidikan? Tanya hakim lagi.
"Saya lupa yang mulia," singkat saksi.
Kembali ditanya apakah turut serta menerima sejumlah uang dari penyelidikan perkara yang dihentikan tersebut, saksi Sarupen tidak mengakui dirinya mendapat uang yang dimaksud.
"Saya tidak pernah menerima uang tersebut yang mulia, adapun keterangan dalam BAP sebelum sudah saya rubah," jawabnya.
Sementara itu saksi Eriadi dalam keterangannya mengatakan, juga mengatakan hal sama dengan saksi Salupen terkait adanya kelebihan bayar.
"Setelah dilakukan pemeriksaan lapangan ada kelebihan bayar dan sudah dikembalikan. Atas itulah proses penyelidikan dihentikan, memang prosesnya seperti itu yang mulia," ujar Eriadi.
Ditanya hakim terkait penghentian perkara tanpa adanya gelar perkara dan SP3 apakah sudah memenuhi aturan hukum. Saksi Eriadi mengakuinya bahwa itu tidak sesuai dengan aturan hukum.
"Siapa yang memerintahkan saudara untuk menghentikan penyelidikan perkara?," Tanya hakim lagi.
"Saya diperintahkan Kasubdit III Tipikor yaitu AKBP Dalizon untuk menghentikan penyelidikan yang mulia," jawabnya.
Diketahui dalam dakwaan, tim JPU Kejagung menyebutkan bahwa terdakwa Dalizon memaksa Kepala Dinas PUPR Muba Herman Mayori untuk memberikan fee sebesar 5 persen terkait proses penyidikan yang tengah ditangani oleh pihak kepolisian yang mana pada saat itu terdakwa menjabat sebagai Kasubdit 3 Tipikor Direskrimsus Polda Sumsel.
"Memaksa Kepala Dinas PUPR Muba untuk memberikan uang sebesar Rp.5 miliar rupiah agar tidak melanjutkan penyidikan proyek bermasalah di Muba, dan 5 miliar untuk pengamanan agar tidak ada aparat penegak hukum lain untuk melakukan penyidikan atas upaya tindak pidana korupsi di dinas PUPR Muba," tegas JPU Kejagung saat membacakan dakwaan.
Selain itu lanjut JPU, untuk memenuhi permintaan terdakwa, ada seseorang bernama Adi Chandra tanpa menghubungi terdakwa membawa uang sebesar 10 miliar yang dimasukan didalam dua kardus dan membawanya kerumah terdakwa yang beralamat di kawasan Grend Garden Kota Palembang.
Dengan diterimanya uang 10 miliar tersebut, terdakwa Dalizon tetap melakukan proses penyelidikan dengan admistrasi abal-abal.
Dari keterangan terdakwa ujar JPU, uang tersebut diberikan kepada Anton Setiawan yang saat itu mejabat sebagai Dir Reskrimsus Polda Sumsel sebesar Rp. 4.750.000.000.
Atas perbuatannya, terdakwa Dalizon diancam dengan Pasal alternatif kumulatif yakni sebagai aparat penegak hukum diduga telah melakukan tindak pidana gratifikasi dan pemerasan, yakni melanggar Pasal 12e atau 12B UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi, atau Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi. (Ariel)