PALEMBANG, SP - Sidang lanjutan pembuktian perkara dugaan korupsi fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) kepada PT. Gatramas Internusa tahun 2014 pada Bank Sumsel Babel sebesar Rp.13,9 miliar, yang menjerat dua terdakwa yakni Asri Wisnu Wardana dan Aran Hariadi, masih terus bergulir di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (5/7/2022).
Dalam sidang kali ini, dhadapan majelis hakim yang diketuai Efrata Heppy Tarigan SH MH, kedua terdakwa tersebut kembali dihadirkan dalam persidangan yang di gelar dengan agenda pemeriksaan terdakwa sekaligus saling bersaksi.
Sebelum Aran Haryadi dan Asri Wisnu Wardana diperiksa sebagai terdakwa, saksi meringankan dari Bank Sumsel Babel Evi Juliparikus dan dua saksi ahli yakni, Dr Syaripudin SH MH serta Dr Jamin Ginting terlebih dulu memberikan keterangan dalam persidangan.
Saksi ahli Dr M Sarifudin SH MHum Dosen FH Unsri bidang perdata dalam keterangannya menjelaskan, Direksi dalam UU PT dapat memberikan kuasa secara tertulis otentik tertulis. Syarat kuasa itu diberikan kepada karyawan atau orang lain. Jadi tidak karyawan atau orang lain. Isi surat kuasa nya membuat perbuatan hukum dan keuntungan tertentu pemberi kuasa dalam hal ini direksi.
"UU tidak mengharuskan surat kuasa diberikan secara terpisah sendiri. Memberikan kuasa dalam suatu perjanjian tertentu. Dalam praktek hukum perbankan ada pemberian kuasa, misalnya, kalau PT A dan PT B serta Bank memberikan tandatangan berdasarkan surat kuasa maka kalau jika terjadi wanprestasi maka Bank BUMD dapat melakukan tindakan atas barang barang dijaminkan PT A, makanya harus ada barang yang dijaminkan diatur dalam Fidusia. Kalau tidak mencukupi, maka barang perusahan yang tidak bisa dijual untuk menutupinya," ujar saksi.
Saksi juga menjelaskan, terkait adanya perubahan nomor rekening. maka harusnya disampaikan PT A dari PT B. Harus adada pemberitahuan dan persetujuan dari pegawai yang bertugas melakukan penagihan.
Kemudian saat ditanya hakim terkait adendum, saksi mengatakan hal itu untuk mengakomodasi pihak-pihak yang melakukan perjanjian.
"Adendum dalam perubahan perjanjian dapat penambahan penyempurnaan dan dapat juga penghapusan pasal tertentu dalam perjanjian. Adendum untuk mengakomodasi pihak-pihak yang melakukan perjanjian dan berdasarkan perkembangan kedepan. Kalau pergantian debitur harus dilakukan adendum, tetapi ntuk perubahan rekening tidak diperlukan adendum. Karena disurat tagihan atau invoice bukan dalam surat perjanjian," terangnya.
Sementara saksi ahli tindak pidana korupsi Dr. Jamin Ginting SH MH menerangkan, terkait putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (Inkrah) dikemudian hari ditemukan ada seseorang melakukan pidana maka orang tersebut diperiksa dengan sprindik baru.
"Kalau putusan sudah inkrah, namun dikemudian hari ditemukan ada seseorang melakukan pidana maka orang tersebut diperiksa dengan seprindik dirinya sendiri. Semua barang bukti, penggeledahan harus dilengkapi dan didasarkan sprindik secara beridiri sendiri jadi dak bisa memakai alat bukti putusan yang sudah inkrah. Maka segala hukum alat bukti investigasi kerugian negara harus sprindik baru," ujar Ginting.
Dijelaskanya dalam perkara kredit macet Bank Sumsel Babel, seharusnya menggunakan undang-undang perbankan bukan tindak pidana korupsi.
Sementara itu Andre SH MH tim kuasa hukum terdakwa Aran Haryadi dan Asri Wisnu Wardana mengatakan, dari keterangan ahli perdata dipersidangan jika Hendro Yogi pihak dari PT Rekind berwenang menandatangi surat kuasa piutang dan penagihan.
“Ini kan ada tiga pihak yang menandatangani, yakni pihak dari PT Rekind, Hendro Yogi, dari BSB dan pihak dari PT Gatramas Internusa. Disidang Ahli menyebut Hendro Yogi boleh melakukan penandatanganan karena ada kuasa dari Direksi,” ujarnya.
Sedangkan dari keterangan Ahli Pidana Tipikor kata Andre, bahwa perkara kredit macet tersebut bukanlah tindak pidana korupsi.
“Ahli mengatakan jika berdasarkan UU Perbankan jika karyawan perbankan dianggap melanggar SOP maka itu hanyalah administrasi saja, bukan Tipikor,” pungkasnya. (Ariel)