Muddai Madang saat membacakan pledoi atas tuntutan JPU di Pengadilan Tipikor Palembang (Foto : Ariel/SP)
PALEMBANG, SP - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel menanggapi santai pembelaan (Pledoi) terdakwa Muddai Madang dan tim kuasa hukumnya atas tuntutan jaksa penuntut umum terkait perkara dugaan korupsi penjualan gas bumi pada Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE), Tindak Pindana Pencucian Uang (TPPU) dan Masjid Sriwijaya dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (2/6/2022) malam.
Seperti diketahui, Muddai Madang dituntut oleh tim Jaksa Penuntut Umum gabungan Kejaksaan Agung dan Kejati Sumsel dengan hukuman pidana selama 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp.10 miliar dengan subsider 1 tahun kurungan.
Selain itu, Muddai Madang juga dijatuhkan pidana tambahan mengembalikan uang pengganti sebesar Rp2,1 miliar untuk perkara Masjid Sriwijaya dan 17,9 juta USD untuk perkara PDPDE.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Yoserizal SH MH, dalam pledoi yang disampaikannya Muddai Madang mengaku adanya kejanggalan yang ditemukan baik dari proses penyidikan, dakwaan hingga proses penuntutan. Di antaranya terhadap perkara dugaan korupsi jual beli gas pada Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel.
Muddai menjelaskan, dalam nota kesepahaman bersama (NKB) yang dia tandatangani mewakili pihak swasta PT DKLN serta terdakwa Caca Isa Saleh mewakili PDPDE Sumsel, setelah pemberian izin prinsip oleh Gubernur Sumsel yang kemudian ditingkatkan menjadi perusahaan patungan antara PT DKLN yang diwakili Said Agus Putra serta Caca Isa Saleh sebagai Direktur Utama PDPDE Sumsel.
“Namun nyatanya pada saat penyidikan hingga ke tahap penuntutan, Said Agus Putra sebagai Dirut serta pemilik 39 persen saham PT DKLN tidak ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik,” bebernya.
Padahal faktanya lanjut Muddai, selama ini justru PDPDE Sumsel diuntungkan dengan adanya investasi yang dilakukan oleh PT DKLN dalam PT PDPDE Gas.
Dalam perkara tersebut, Muddai menilai jaksa seperti menerapkan cherry picking, sebuah tindakan tebang pilih. Jaksa hanya mengambil sepotong-potong fakta demi memenuhi keinginannya karena ada motif tertentu yang dirinya sendiri tidak mengetahuinya.
Sementara untuk perkara dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya yang diberikan oleh Pemprov Sumsel kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Muddai Madang mengaku dirinya dikriminalisasi.
Seusai mendengarkan pledoi Muddai Madang, majelis hakim kemudian menanyakan kepada tim Jaksa Penuntut Umum terkait pledoi tersebut.
"Bagaimana sikap dari penuntut umum terhadap pleidoi ini?," tanya hakim ketua.
Jaksa kemudian menjawab akan memberikan tanggapan atau replik secara tertulis pada sidang selanjutnya.
Terpisah, Kasi Penkum Kejati Sumsel, Moch Radyan SH MH ketika dikonfirmasi, pihaknya mengaku santai menanggapi pledoi yang disampaikan oleh masing-masing kuasa hukum terdakwa.
Dikatakannya, karena tim Jaksa Penuntut Umum akan menjawab pledoi tersebut dengan Replik secara tertulis pada agenda sidang selanjutnya.
"Pledoi adalah hak dari para terdakwa yang sudah diatur dalam undang-undang. Jadi kami santai saja, maka dari itu tim JPU akan menanggapinya dengan membacakan Replik secara tertulis dalam sidang pekan depan," jelas Radyan Jumat, (3/6/2022).
Dikatakannya, untuk perkara Masjid Sriwijaya sudah masuk ke Jilid IV sudah ada terdakwa yang dituntut hampir maksimal dan sudah divonis.
"Ini perkara (Masjid Sriwijaya) sudah masuk ke jilid IV, sudah ada terdakwa lain yang dituntut dengan hukuman hampir maksimal. Karena JPU punya pertimbangannya sendiri dalam menjatuhkan tuntutan," pungkasnya. (Ariel)