Penulis : Sadek Suloso Hasby (Ketua Dewan Pembina DPP GM Sriwijaya)
Sebelum kita bahas masalah ini perlu kami jelaskan agar tidak rancu dan kesalah fahaman.
PT. PDPDE Gas tidak ada kepanjangan apa apa, dia adalah murni swasta yang bergerak bidang bisnis gas yang terdaftar di kemenkumham sebagai perusahaan swasta dengan nomor : SK Menkeh dan Ham C 252.HT.03 - 01 tgl 16 Maret 2002 dengan notaris Syarifudin SH. Sedangkan PDPDE SS (Sumatera Selatan) adalah perusahaan daerah bidang pertambangan dan energi Sumatera Selatan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) yang pada waktunya berubah menjadi PT. SEG (Sumsel Energi Gemilang).
Dalam sidang kamis,(18/03) di Pengadilan Negeri kls l Palembang menurut keterangan saksi Ibu Prima selaku manager keuangan PT. SEG yang sebelumnya PT. PDPDE SS dan saudara Irhamsyah selaku direktur PT. SEG sekarang dan keterangan mantan direktur PT. PDPDE SS Syamsul Rizal menurut keterangan mereka PT. PDPDE Gas bukan anak usaha BUMD. Sehingga PT. PDPDE Gas ini adalah murni perusahaan swasta begitu juga menurut mantan direktur PT. PDPDE SS yang lain yaitu saudara Arif Kadarsyah, meskipun dia tidak berpendapat tapi sudah sesuai dengan akte pendirian adalah swasta.
Menurut keterangan saksi ibu Prima sejak 2011 setelah gas terjual sudah terima fee tiap bulannya hasil penjualan gas ke PT. LPPl dan PLN di Jambi di samping itu juga terima deviden tiap tahun, hingga sekarang masih terima deviden gas dari PT. PDPDE Gas
Keterangan dari mantan dirut PDPDE SS Arif Kadarsyah mengatakan dia hanya mengetahui bahwa akte pendirian PT. PDPDE Gas adalah swasta.
Pertanyaannya adalah apa manfaat kerja sama ini untuk PT.SEG :
Bila di bandingkan kerja sama lain antaranya bidang tabung gas kerja sama PT. SEG dengan PT. PDPDE Gas ataupun usaha dan kerja sama lainnya, setelah fartisipasi intres dengan PT. Medco karena partisifasi intres itu ada aturannya dari pemerintah pusat.
Yang mengharuskan perusahan yang mendapat wilayah kerja migas mengharuskan perusahaan tersebut memberikan keuntungan hasil migas sebagian kepada daearah penghasil migas tersebut sehingga fartisipasi intres bukan hasil usaha BUMD akan tetapi pemberian pemerintah pusat kepada daerah penghasil migas melalui BUMD provinsi Sumatera Selatan.
PT. DKLN adalah modal perusahaan sendiri yang kemudian di beli mayoritas sahamnya oleh PT. Rukun Raharja Tbk yang membeli saham dari PT. Dika Karya Lintas Nusa yang tentu saja dalam hukum bisniz dalam hal ini PT. Rukun Raharja Tbk gruop karena punya saham 85% dan BUMD Sumsel / PT. SEG 15%.
Jadi otomatis PT. Rukun Raharja Tbk lah yang menentukan segalanya antara lain kebijakan transaksi market pengelolaan keuangan perusahaan dan tentu saja menguasai jaringan pipa Jambi - Merang sepanjang 52 km yang perna di jual oleh PT.PDPDE Gas ke PT. EHK (anak perusahaan PT.Rukun Raharja Tbk group) yang mana sejak 2012 hingga saat ini PT. PDPDE Gas adalah anak usaha PT. Rukun Raharja Tbk group.
Pada perjalanan terakhir PT. PDPDE Gas berada di bawah PT Rukun Raharja Tbk gruop, menurut pendapat kami salah atau benar ini murni bisnis swasta karena tidak memakai uang negara yang di gunakan otomatis tidak ada kerugian negara di dalamnya.
Menurut keterangan ibu Prima juga PDPDE SS belum pernah menyetorkan modal kepada PT.PDPDE Gas.
Kesimpulannya :
1. Setelah PT. PDPDE Gas di bawah naungan PT.Rukun Raharja Tbk group kemudian penjualan pipa gas oleh PT. PDPDE Gas kepada PT. EHK (anak perusahaan PT Rukun Raharja Tbk group) dan keduanya berada di bawah PT. Rukun Raharja Tbk grop, setelah 52 km Jambi - Merang sudah berada di bawah PT. Rukun Rajarja Tbk group tentu saja segala transaksi bisniz to bisniz dan pengelolaan keuangan perusahaan berada di bawah kendali PT. Rukun Raharja Tbk group. Jelasnya kegiatan perusahaan selama ini baik PT. Rukun Raharja Tbk group maupun PT. PDPDE Gas tidak ada memakai uang negara dan kegiatan adalah bisniz to bisnis murni.
Sebaiknya di teliti ulang SK BP Migas No 0034/BP.0000/2010/S2/11-2010.
Dimana SK tersebut menjawab permohonan gubernur Sumatera Selatan mengenai IZIN alokasi gas di Jambi Merang.
Apakah ada syarat-syarat yang harus di penuhi oleh BUMD / PDPDE Sumsel tentang masalah kewajiban hak negara di samping izin dari BP MIgas tersebut, tentu ada hak dan kewajiban dari BUMD / PDPDE Sumsel selain izin di berikan oleh BP Migas tentu saja ada hak dan kewajiban kepada negara.
Disinilah sebaiknya tim hukum bapak Alek Noerdin tim hukum BUMD/ PDPDE sumsel tim hukum PT.PDPDE Gas dan tim hukum PT. Rukun Raharja Tbk, PT. DKLN dan lainya beserta auditor independen yang di tunjuk kejagung serta yang di tunjuk dari BP Migas bisa melihat fakta di mana yang dilanggar khususnya hak negara, inilah perlunya juga para tim hukum melihat hasil audit BPK.
Pada sidang kamis,(24/03) terdakwa Caca Isa Saleh (Dirut PT.PDPDE ) tahun 2008 dan Ahmad Yaniarsyah Hasan direktur PT.DKLN tahun 2009 dalam keterangannya saksi Dedi yang merupakan direktur PT.Radika Tama Piranti Nusa menjelaskan terkait kerja sama pengelolaah gas elpiji 3 kg dengan PDPDE Sumsel yaitu membangun pengisin elpiji 3 kg pembagian keuntungannya 60% milik PDPDE SS dan 40 % kami.
Yang bertugas mendelivery pengiriman gas elpiji tabung gas 3 kg ujarnya, Dedi tidak mengetahui dengan PT.PDPDE Gas hanya tahunya PDPDE milik provinsi Sumatera Selatan.
Tahun 2009 kami tanda tangan kontrak demgan pak Caca sebelumnya saya di minta melengkapi dokumen kontrak salah satunya izin dari kepala daerah Sumatera Selatan, beberapa hari kemudian turun izin prinsip dari kepala daerah selanjutnya kami berbagi tugas dan mulai bekerja.
Kemudian saksi Seani Asegaf bekerja di sejak 2008 - 2016 di PT.PDPDE Gas di bidang administrasi perusahaan atasannya langsung adalah Ahmad Yaniarsyah Hasan direktur keuangan untuk penjualan gas bumi serta dokumen penjualan gas di Jambi - Merang di tanda tangani oleh pak Caca.
Saksi lain Ahmad Muklis (ka BPKAD) sumsel mengatakan untuk mengelolah sumur bor dari Medco Energi PDPDE sumsel di beri pencapaian target deviden 60% / tahun ke kas daearah lalu PT. DKLN mengajukan tagihan hutang saham PDPDE Sumsel, saya mendapat laporan direktur PDPDE sumsel saat ini pak Wawan terkait tagihan hutang saham tersebut namun belum sampaikan di laporkan kepada gubernur sumsel kasusnya sudah bergulir.
Penjualan 52 kilometer pipa aset PT. PDPDE Gas oleh anak perusahaan Rukun Raharja, Tbk menjadi momen fakta persidangan.
Pertanyaan Penasehat Hukum Muddai Madang, DR Imam Sofian kepada saksi Yasser Arafat yang menjabat Direktur Utama PT. PDPDE Gas, apakah tindakan penjualan pipa gas ini merupakan proses penjualan oleh korporasi swasta ataukah penjualan Aset Negara/ Daerah oleh pihak swasta.
Pertanyaan menarik oleh PH Muddai Madang di persidangan hari ini Kamis 14 April 2022 di Pengadilan Tipikor PN Palembang, saksi menyatakan proses penjualan pipa gas sepanjang 52 kilometer berdasarkan keputusan Rapat RUPS tahun 2020 dan hal ini merupakan tindakan korporasi sehingga tidak melibatkan persetujuan atau izin dari Pemerintah Daerah Ataupun pusat.
Dalam closing statementnya, Muddai Madang menegaskan kalau penjualan aset pipa ini oleh pihak anak perusahaan PT. Rukun Raharja, Tbk kepada PT EHK adalah tindakan korporasi swasta biasa, maka penerimaan marketing adalah kebijakan yang lumrah dan standar terjadi dalam pengelolaan perusahaan swasta, apalagi disampaikan PT. PDPDE Gas diaudit setiap tahunnya secara independen oleh Kantor Akuntan Publik dan selalu predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan bukanlah Audit Tata Kelola Keuangan Negara oleh BPK.
Hal ini disebabkan bahwa dasar pendirian PT. PDPDE Gas didaftarkan di Kemenkumham dan berdasarkan Undang-Undang Perseroan.
Muddai Madang menegaskan bahwa pengelolaan PT. PDPDE Gas menggunakan Undang-Undang Perseroan bukan dengan Undang-Undang Tata Kelola Keuangan negara. Selanjutnya ditegaskan bahwa dalam pendiriannya PDPDE SS tidak pernah menyetorkan modal tetapi mendapatkan bagian porsi saham yang tentu saja bermanfaat dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sumatera Selatan.
Saksi Yasser Arafat menegaskan kepemilikan saham 51% di PT. PDPDE Gas oleh Rukun Raharja, Tbk melalui anak perusahaannya PT. Panji Raya Alamindo selalu berpegang kepada Undang-Undang PT dan Audit Akuntan Publik bukan BPK karena ini murni tidakan korporasi biasa. (*)