Dihadapan majelis hakim Tipikor Palembang yang diketuai Erma Suharti, SH MH, sembilan orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (KPK). Diantaranya Eem Yadi (Pegawai Bank Syariah Mandiri), Basran, Erwan Fajri, Ismail, Wafa Ahmad Zaini, Zulkifli, Anita Sari ketujuh saksi tersebut merupakan (pemilik tanah) sementara satu saksi lainnya yakni terpidana Khidirman (penjual tanah).
Dari fakta persidangan, menurut JPU KPK Ricky BM bahwa Johan Anuar telah terukti sebagai pemodal dalam jual beli tanah tersebut.
"Telah terbukti tadi Johan Anuar melakukan transaksi jual beli tanah sebesar Rp 1 miliar. Dalam pengakun saksi tadi terdakwa juga dikatakan pemodal pertanahan tersebut," jelasnya.
Dijelaskannya, bahwa dalam keterangan saksi yang dihadirkan juga telah terbukti adanya transaksi sebesar Rp 1 Miliar di kantor partai Golkar pada saat itu.
"Nah ini bakal kita kembangkan lagi, Rp 1 Miliar ini lebih detailnya bagaimana akan tetapi ini sudah sesuai dalam dakwaan kami," terangnya.
Terpisah, Titis Rahmawati selaku kuasa hukum terdakwa Johan Anuar, bersikeras tetap menyatakan bahwa kliennya masih belum terbukti bersalah.
"Kalau uang Rp 300 juta memang betul dan transaksinya di Kantor Partai Golkar tapi untuk transaksi Rp 1 miliar itu tidak ada," terangnya.
Untuk itu menurutnya, KPK masih menganggap Johan Anuar bersalah hanya dari batasan asumsi saja bukan fakta yang ada.
"Kuncinya ada di Khidirman sekarang, tapi ingat dia itu telah ditetapkan statusnya sebagai Narapidana. Jadi kita lihat saja dengan pembuktian dari terpidana itu," tegas Titis.
Untuk diketahui dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Rikhi, menyatakan terdakwa Johan Anuar terancam dengan pasal berlapis.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa alternatif pertama dengan pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sedangkan alternatif kedua yaitu pasal Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Pasal itu terkait dengan tindak pidana korupsi pengadaan lahan TPU di Kabupaten OKU. Untuk pasal 2, ancaman hukumannya minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara. Sedangkan untuk pasal 3, ancaman pidananya minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun penjara. (Ariel)