(Foto: Ariel/SP) |
PALEMBANG, SP - Mengaku bersalah terdakwa Jhon Heri mantan Kepala Desa (Kades) Arisan Gading, Kecamatan Indralaya Selatan, Kabupaten Ogan Ilir (OI) yang dijerat dalam penyalahgunaan dana desa memohon keringanan hukuman kepada majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Rabu (20/1/2021).
Dengan alasan yang masih harus dinafkahinya, Kades Arisan Gading periode 2013 - 2019 itu, dihadapan majelis hakim Tipikor yang diketuai oleh Abu Hanifah SH MH, dirinya mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya.
"Izin yang mulia hakim saya membacakan pembelaan saya secara virtual. Dengan ini memohon agar hukuman saya diringankan karena saya memiliki istri dan anak yang masih kecil yang harus dinafkahi serta masih membutuhkan perhatian saya sebagai ayahnya. Untuk itu saya memohon maaf kepada Negara karena saya telah merugikan keuangan negara dan saya berjanji tidak akan mengulanginya," Ujar terdakwa Jhon Heri saat membacakan pledoinya kepada majelis hakim.
Usai membacakan pembelaannya, Ade Satriyansyah, selaku Kuasa hukum terdakwa pun menambahi pembelaan terdakwa agar para majelis hakim bisa meringankan hukuman.
"Baik pak dengan ini menyatakan bahwa perbuatan terdakwa bukan semata-mata kesalahan terdakwa seutuhnya dan terdakwa telah berkeluarga untuk itu mohon kiranya majelis hakim bisa meringankan hukuman terdakwa," tambah kuasa hukum terdakwa dihadapan majelis hakim.
Usai mendengar pembelaan tersebut, majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda pembacaan putusan.
"Baiklah karena terdakwa sudah mengakui kesalahannya dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap pada tuntutan, maka kami menunda persidangan hingga pekan depan tanggal 25 Januari 2021," jelas ketua majelis hakim Abu Hanifah sambil mengetuk palu pertanda sidang ditutup.
Untuk diketahui dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wely Alexander SH, menuntut terdakwa Jon Heri dengan pidana selama 6 tahun 6 bulan penjara denda Rp 200 juta dan subsider 6 bulan kurungan.
Selain tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 600 juta.
Untuk diketahui, kronologi kejadian bermula sejak tanggal 24 September 2019 terdakwa telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Mapolda Sumsel dalam penyalahgunaan dana desa dan jabatan untuk memperkaya diri sendiri.
Modus yang dilakukan tersangka yaitu menggunakan anggaran Dana Desa APBN tahun 2018 sebesar Rp 698.347.000 yang dipergunakan untuk dana pembangunan fisik dua kegiatan yang tidak sesuai dengan volume dan dua kegiatan fiktif.
Dua kegiatan tersebut tidak sesuai dengan volume fisik dalam pekerjaan dua pembangunan jalan Rabat Beton Dusun I dan II di Desa Arisan Gading. Serta dua kegiatan fiktif dalam. pembangunan Rabat Beton Dusun I dan II di desa tersebut,
Selain itu juga dalam dakwaam dijelaskan kegiatan Badan Usaha Milik Desa ( Bumdes) senilai Rp50 juta untuk pembelian tenda yang diambil oleh tersangka dan tidak digunakan untuk kepeluan tersebut.
Lalu untuk kegiatan yang kurang volume fisik daripada dana yang telah dikeluarkan, dana tidak dicairkan tidak dibuat laporan pertanggung jawaban, tanda tangan yang tercantum pada tanda terima bukan merupakan tanda tangan penerima dan tidak dilaksanakannya tugas pokok dan fungsi sesuai dengan kedudukan dan kewenangan masing-masing.
Sementara pada saat Tim penyidik Polda Sumsel menyelidiki perkara tersebut, pihaknya menemukan kerugian negara berdasarkan laporan hasil perhitungan kerugian negera inspektorat Kabupaten Ogan Ilir yakni kurang bayar sebanyak Rp 107.393.313, kurang volume sebanyak Rp 323.302.036, lalu fikti sebanyak Rp 210.725.215 dengan total kerugian negara sebesar Rp 641.420.565.
Akibat perbuatannya terdakwa terancam pasal 2 ayat (1), UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor yang diubah UU Nomor 20 Tahun 2011, dengan ancaman pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar. (Ariel)
Dengan alasan yang masih harus dinafkahinya, Kades Arisan Gading periode 2013 - 2019 itu, dihadapan majelis hakim Tipikor yang diketuai oleh Abu Hanifah SH MH, dirinya mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya.
"Izin yang mulia hakim saya membacakan pembelaan saya secara virtual. Dengan ini memohon agar hukuman saya diringankan karena saya memiliki istri dan anak yang masih kecil yang harus dinafkahi serta masih membutuhkan perhatian saya sebagai ayahnya. Untuk itu saya memohon maaf kepada Negara karena saya telah merugikan keuangan negara dan saya berjanji tidak akan mengulanginya," Ujar terdakwa Jhon Heri saat membacakan pledoinya kepada majelis hakim.
Usai membacakan pembelaannya, Ade Satriyansyah, selaku Kuasa hukum terdakwa pun menambahi pembelaan terdakwa agar para majelis hakim bisa meringankan hukuman.
"Baik pak dengan ini menyatakan bahwa perbuatan terdakwa bukan semata-mata kesalahan terdakwa seutuhnya dan terdakwa telah berkeluarga untuk itu mohon kiranya majelis hakim bisa meringankan hukuman terdakwa," tambah kuasa hukum terdakwa dihadapan majelis hakim.
Usai mendengar pembelaan tersebut, majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda pembacaan putusan.
"Baiklah karena terdakwa sudah mengakui kesalahannya dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap pada tuntutan, maka kami menunda persidangan hingga pekan depan tanggal 25 Januari 2021," jelas ketua majelis hakim Abu Hanifah sambil mengetuk palu pertanda sidang ditutup.
Untuk diketahui dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wely Alexander SH, menuntut terdakwa Jon Heri dengan pidana selama 6 tahun 6 bulan penjara denda Rp 200 juta dan subsider 6 bulan kurungan.
Selain tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 600 juta.
Untuk diketahui, kronologi kejadian bermula sejak tanggal 24 September 2019 terdakwa telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Mapolda Sumsel dalam penyalahgunaan dana desa dan jabatan untuk memperkaya diri sendiri.
Modus yang dilakukan tersangka yaitu menggunakan anggaran Dana Desa APBN tahun 2018 sebesar Rp 698.347.000 yang dipergunakan untuk dana pembangunan fisik dua kegiatan yang tidak sesuai dengan volume dan dua kegiatan fiktif.
Dua kegiatan tersebut tidak sesuai dengan volume fisik dalam pekerjaan dua pembangunan jalan Rabat Beton Dusun I dan II di Desa Arisan Gading. Serta dua kegiatan fiktif dalam. pembangunan Rabat Beton Dusun I dan II di desa tersebut,
Selain itu juga dalam dakwaam dijelaskan kegiatan Badan Usaha Milik Desa ( Bumdes) senilai Rp50 juta untuk pembelian tenda yang diambil oleh tersangka dan tidak digunakan untuk kepeluan tersebut.
Lalu untuk kegiatan yang kurang volume fisik daripada dana yang telah dikeluarkan, dana tidak dicairkan tidak dibuat laporan pertanggung jawaban, tanda tangan yang tercantum pada tanda terima bukan merupakan tanda tangan penerima dan tidak dilaksanakannya tugas pokok dan fungsi sesuai dengan kedudukan dan kewenangan masing-masing.
Sementara pada saat Tim penyidik Polda Sumsel menyelidiki perkara tersebut, pihaknya menemukan kerugian negara berdasarkan laporan hasil perhitungan kerugian negera inspektorat Kabupaten Ogan Ilir yakni kurang bayar sebanyak Rp 107.393.313, kurang volume sebanyak Rp 323.302.036, lalu fikti sebanyak Rp 210.725.215 dengan total kerugian negara sebesar Rp 641.420.565.
Akibat perbuatannya terdakwa terancam pasal 2 ayat (1), UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor yang diubah UU Nomor 20 Tahun 2011, dengan ancaman pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar. (Ariel)