Kesultanan Palembang Darussalam (KPD) kini memiliki tarian sambut tersendiri, tarian tersebut diberi nama Sondok Piyogo.
Tarian ini tampil perdana di pembukaan Seminar Nasional dengan Tema Memahami Wisata Sejarah dan Budaya Sebagai Konsep Indonesia Negara Maju 2045, Sabtu (17/10) di Auditorium Museum Sumatera Selatan Balaputra Dewa Palembang yang digelar oleh Universitas Taman Siswa (Unitas) Palembang berkerjasama dengan Kesultanan Palembang Darussalam dan Museum Negeri Sumatera Selatan (Sumsel) Balaputra Dewa Palembang.
Tarian ini dibawakan oleh 6 penari yang semuanya laki-laki yang melambangkan Rukun Iman, sedangkan secara filosofi artinya " adat dipangku syariat dijunjung" (Sondok Piyogo).
Yang maknanya dimanapun orang Palembang berada wajib menjalankan syariat agama dan menjunjung adat Palembang.
Selain itu alasan penarinya diwajibkan harus laki-laki bukan perempuan , karena perempuan tidak boleh menunjukkan auratnya (walau dalam busana) dengan ditonton oleh banyak orang.
Sedangkan alat musik hanya 2 buah yaitu terbangan dan Bonang/ Gong. Kostumnya dengan warna yang bercirikan Palembang Darussalam.
Menurut Sultan Palembang Darussalam Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R M Fauwaz Diradja SH Mkn menjelaskan dibuatnya tari Sambut Sondok Piyogo untuk membangkitkan kearipan lokal di Sumsel terutama Palembang.
“ Bahwa kita berpersepsi bahwa Kesultanan Palembang Darussalam ini pada masa lalu tabu kalau perempuan yang menari sehingga kita buat laki-laki semua yang menari sebagai cerminan kita ini memegang ajaran Islam,” katanya, Minggu (18/10).
Sehingga gerakan tari Sambut Sondok Piyogo merupakan gerakan dari berwudhu, gerakan keseharian dan gerakan berpencak /bertanggem.
“Tarian itu merupakan refleksi daripada masyarakat kita pada masa itu,” katanya.
Sedangkan Pangeran Suryo Febri Irwansyah membenarkan kalau tari sambut Sondok Piyogo di tarikan dan dibuat khusus untuk kegiatan seminar nasional ini, tarian ini diambil dari saripati nilai-nilai Kesultanan Palembang Darussalam dengan penari berjumlah enam orang melambangkan rukun iman ada enam dan semuanya laki-laki, karena di masa Kesultanan Palembang Darussalam agak tabu kalau perempuan menari.
Dalam tarian ini menurutnya, ada rentakan Syarofal Anam, terbangan yang biasa diarak di Palembang ada zikir, syair , shalawat, syair yang dibacakan dalam bahasa Palembang halus.
“Kalau kita dengar tadi kosa katanya pakai kromo inggil. Jadi tari sambut Kesultanan Palembang Darussalam ini kami beri judul Sondok Piyogo . Sondok Piyogo itu adalah tata krama yang jadi pedoman dengan semboyan, adat dipangku, syariat di junjung.Kalau tadi ada gerakan keatas , dijunjung maksudnya,” katanya saat memberikan sambutan dalam pembukaan Seminar Nasional dengan Tema Memahami Wisata Sejarah dan Budaya Sebagai Konsep Indonesia Negara Maju 2045, Sabtu (17/10) di Auditorium Museum Sumatera Selatan Balaputra Dewa Palembang yang digelar oleh Universitas Taman Siswa (Unitas) Palembang berkerjasama dengan Kesultanan Palembang Darussalam dan Museum Negeri Sumatera Selatan (Sumsel) Balaputra Dewa Palembang.