Penulis : Moh. Andrei
Utama. AT, S. IP
Wakil Sekum V Koni
Provinsi Sumsel
Salah satu pencitraan
sebuah negara tidak hanya dilihat dari kesejahteraan, pendidikan, ekonomi, dan
kekuatan militer. Olahraga pun menjadi sebuah pencitraan manis tentang
bagaimana masyarakat dunia memandang sebuah negara. Sehingga, akan menjadi sebuah
pertanyaan besar jika kondisi keterpurukan olahraga di Indonesia sering
terlontar dari benak pemuda-pemuda bangsa yang berniat untuk memajukan
Indonesia.
Pada dasarnya banyak hal
yang menyebabkan keterpurukan kondisi olahraga ini. Tak dapat dipungkiri jika
di beberapa daerah, minimnya fasilitas latihan serta pendanaan masih menjadi
masalah klasik yang menghantui pembinaan-pembinaan olahraga. Ada sebuah hal
unik yang dapat kita ambil jika olahraga mampu menganalogikan sebuah karakter
bangsa. Minimnya prestasi olahraga kita saat ini ternyata berbanding lurus dengan
minimya rasa nasionalisme bangsa Indonesia.
Mungkin, sebagai
penyebabnya bisa ditemukan pada:
1.Atlet dan
Kesejahterannya
Tak jarang seorang atlet
lebih memikirkan materi dalam setiap tugasnya. Kondisi tersebut tak sepenuhnya
dapat disalahkan. Turunnya rasa nasionalisme dan Kedaerahan atlet untuk
mengharumkan nama bangsa dan daerah nya bisa jadi muncul akibat kekecewaan
atlet terhadap perilaku pemimpin yang tidak menghargai torehan prestasi
mereka.
Pribahasa habis manis
sepah dibuang pun menjadi perasaan para atlet saat ini. Dilematika antara
keinginan untuk mengibarkan bendera di atas podium dengan permasalahan perut.
Dalam setiap peluh latihan mereka pun muncul kekhawatiran akan nasib masa depan
mereka saat tak mampu bersinar
lagi.
Isu untuk meningkatkan
kesejahteraan atlet sebenarnya sudah digemborkan oleh mantan Menpora Adhyaksa
Dault pada tahun 2005 dengan program 1000 rumah bagi atlet berprestasi. Namun
tetap saja isu tentang cara menyejahteraankan atlet tetap jadi
permasalahan.
Belakangan kini telah
muncul sebuah paradigma bahwa ternyata pemerintah terlalu mudah memberikan
atlet kail serta pancing tanpa memberitahu cara menggunakannya.
Permasalahan di atas pada
dasarnya bukan tanggung jawab pemerintah semata, tapi juga tanggung jawab kita
Khusus nya Pengurus KONI serta seluruh Komponen terkait, Pertanyaan yang muncul
saat ini adalah seberapa sering kita mengapresiasi dunia olahraga
ini?
Kesadaran akan kepedulian
konkret untuk mengapresiasi dunia olahraga kurang terbangun di diri kaum muda.
Sangat naif jika kita tak mampu belajar dari pendahulu kita para pemuda era
perjuangan yang memang belum mampu berkontribusi besar untuk mengapresiasi
dunia
olahraga.
Jika kaum belum mampu
belajar untuk membangun hal itu, maka kemungkinan besar kita tetap tidak akan
menghargai jasa para atlet di masa yang akan datang. Bisa saja prestasi buruk
olahraga di Indonesia khususnya Sumsel di masa kini dan masa datang akan tetap
ada. Wajar jika adik-adik kecil kita yang tengah duduk di sekolah dasar hanya
bercita-cita menjadi dokter, pilot, ilmuwan, dan profesi lain yang dianggap
lebih menjanjikan. Dan tak diherankan jika tak satupun dari mereka ingin
menjadi atlet.
Nama besar sebuah Daerah
atau Negara tak hanya dilihat dari pendidikan, ekonomi, kesejahteraan, dan
militer. Nama besar sebuah Negara juga akan dilihat dari prestasi olahraganya.
Begitu juga dengan Indonesia. Mari berpikir secara menyeluruh. Mulai saat ini,
mari kita berpikir bersama memajukan olahraga di Indonesia khususnya Sumsel .
2.Kesejahteraan Pelatih
Banyaknya pelatih-pelatih
olahraga yang menyampaikan ilmu kepelatihan yang bekerja setengah-setengah
(tidak maksimal), artinya Perekrutan pelatih harus ada perjanjian selain SK,
ada syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya khusunya kesejahteraan dan
pelatih yang bener bener proporsional .
3. Persoalan Tidak
Berkembangnya Prestasi Olahraga Selain masalah-masalah yang ada dalam lingkup
terpuruknya prestasi olahraga berikut ini 3 permasalahan Diantaranya :
A. Pengurus Cabor dan
pengurus Koni yang diisi oleh orang2 yg tidak proporsional dan mencintai
olahraga dengan sungguh sungguh
B. Aturan atau
pasal-pasal tentang sistim Keolahragaan Nasional yang justru menghambat majunya
prestasi olahraga.
C. Kurikulum sekolah yang
tidak memihak olahraga.
Adalah kenyataan bahwa
olahraga dianggap mata pelajaran yang kurang mendapat tempat dalam kurikulum
sekolah, untuk tingkat dasar atau setara dengan sekolah dasar yang seharusnya
dapat menjadi titik tolak pembinaan olahraga usia dini di Indonesia ternyata
porsinya termasuk kategori olahraga pendidikan saja, yang semestinya setiap
sekolah mempunyai pembinaan cabang olahraga untuk menjadi sesuatu kegemaran.
4.Menatap Olahraga Sumsel
ke Depan Melalui Pembinaan Terintergrasi
Sebagai daerah yg
mempunyai fasilitas olah raga terlengkap di Indonesia. Sumsel seharusnya sudah mempunyai program Olah raga
usia dini, dan seluruh elemen terkait terintegrasi dalam pembinaaan olah raga .
Koni Sumsel periode 2020 - 2024 yg baru dilantik dan diisi oleh orang orang
yang mempunyai hasrat yang besar dalam memajukan olah raga dan di bawah komando
H. Hendri Zainuddin sebagai Ketum dan Ir. Suparman Rohman sebagian Sekum akan
meletakan pondasi bibit bibit atlet Sumsel masa depan, Dengan Program pembinaan
jangka panjang terintergrasi bekerjasama dengan dinas pendidikan, PB Cabor,
Sekolah dan perusahaan yang ada di
Sumsel akan konsten untuk membuat pembinaan olahraga di usia dini dan
menjadikan Daerah sentral atlet olahraga di Indonesia. Atlet usia dini yang
dibina akan diberikan beasiswa oleh dinas pendidikan yang Mengurus
Pendidikannya , Dan atlet tersebut akan masuk dalam pembinaan PB cabor yang
kerjasama dengan sekolah, PB.Cabor Mengurusnya dari segi pembinaannya secara
terprogram dan masuk dalam bagian kegiatan Sekolah, Dan yang akan mengatur
Untuk kebutuhannya akan diurus oleh perusahaan perusahaan yang ada di Sumsel ,
skema kerjasama semua terintregasi di Koni Sumsel sebagai penanggung jawab dan
inilah pembinaan terintegrasi, insya
Allah pada PON 2024 dan PON 2028 Sumsel
Bisa Bangkit dan Sesuai Motto
Bapak Gubernur /Wakil Gubernur “BERSATU SUMSEL MAJU”