![]() |
Ketua Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) MPO Cabang
Palembang Darussalam, Febri Walanda mengatakan, Kota Palembang adalah kota
metropolitan dengan kepadatan penduduk mencapai lebih dari 1,6 juta jiwa,
dimana saat ini menampakkan dua wajah yang kontradiktif.
Yakni, sisi pertama menampilkan gambaran dengan geliat
pembangunan infrastmktur kota yang begitu pesat, di satu sisi yang lain
menampilkan kebobrokan pembangunan SDM yang begitu memprihatinkan.
"Mulai dari angka kemiskinan Kota Palembang yang masih dua
digit (10,90 persen) dan berada di atas angka kemiskinan nasional,"
katanya.
Dijelaskannya, saat ini Palembang menjadi kota penyumbang angka
pengangguran terbesar di Sumsel yakni 7,94 persen dari total penganggurna
di Sumselyang mecapai 185.000 orang.
Selain itu, per September 2019 lalu ada 1.278 anak putus sekolah, 4.641 balita kekurangan
gizi (stunting) dan ribuan pedagang kecil yang terzalimi dikarenakan
menjamurnya jumlah minimarket yang tidak lagi terkontrol oleh Pemkot Palembang
dan akhirnya mematikan usaha rakyat kecil.
"Semua itu adalah masalah mendasar yang masih belum
mendapat penanganan serius dari Pemkot Palembang," katanya.
Pihaknya meminta, pemerintah lebih memperhatikan masyarakat
kecil seperti memberikan perhatian lebih serius terhadap para pelaku usaha
kecil rakyat, ketimbang memberikan fasilitas untuk kaum menengah keatas.
Ada lima tuntutan yang disuarakan HMI Cabang Kota Palembang,
pertama meminta Pemerintah Kota Palembang untuk segera berbenah memberikan
perhatian lebih banyak kepada rakyat miskin kota dengan melaksanakan
program-program pengentasan kemiskinan tepat sasaran guna menurunkan angka kemiskinan
Kota Palembang menjadi satu digit.
Kedua, segera lakukan tindakan
secara efektif dan menyeluruh untuk mengikis jumlah pengangguran di Kota
Palembang.
Ketiga, segera optimalkan peran
sekolah filial dan instrumen-instrumen lainnya untuk memfasilitasi anak putus
sekolah dan anak-anak tak mampu sekolah agar dapat mengenyam bangku pendidikan.
Keempat, segera tanggap dalam
upaya penyelesaian dan pencegahan kasus stunting (bayi kurang gizi) di Kota
Palembang dan yang paling penting, segera atur dan tertibkan
minimarket-minimarket yang jumlahnya membludak di Kota Palembang dengan memberi
perhatian lebih serius terhadap para pelaku usaha kecil rakyat.
Sementara itu, Asisten III bidang Administrasi dan Keuangan
Sekretariat Daerah (Setda) Kota Palembang, Agus Kelana mengatakan, menampung
aspirasi yang disampaikan, sebagai masukkan dan perbaikan untuk kedepan. Salah
satunya terus menjamurnya minimarket waralaba sampai ke pelosok perkampungan
yang dapat mematikan usaha masyarakat kecil.
"Jadi ini harus jadi pertimbangan. Karena usaha-usaha UMKM
(Usaha Mikro Kecil dan Menengah) harus jadi perhatian juga. Jangan sampai,
usaha-usaha kecil seperti warung mati," ujarnya.
Agus melihat, Palembang harus mencontoh beberapa daerah, seperti
di Padang dan Bali. Mereka membatasi bahkan di Padang mereka melarang adanya
Minimarket waralaba seperti Indomaret, Alfamart.
"Mungkin
kita tidak bisa melarang dan menutup investasi, tapi harus dibatasi untuk
mejaga usaha-usaha kecil menengah jangan sampai mati," ujarnya. (Ara)