![]() |
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Muhammad Hairul Sobri (kanan) saat memberikan paparan terkait catatan akhir tahun 2019 di Roca Cafe Pakembang, Rabu (14/1/20). (foto:Kar) |
PALEMBANG, SP - Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) menyatakan potensi bencana
alam tahun 2020 kembali mengancam sejumlah wilayah di Sumsel.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Muhammad Hairul Sobri
mengatakan, sejumlah potensi bencana tersebut meliputi Kebakaran Hutan dan
Lahan (Karhutla), banjir dan longsor yang telah terjadi pada 2019 tersebut akan
kembali mengancam pada tahun ini.
"Ada peningkatan kejadian banjir di beberapa daerah di
Sumsel pada 2019 yang lebih tinggi dari 2018 lalu. Diantaranya di Kota Palembang, Musi Rawas
Utara (Muratara) dan Lahat," ungkapnya usai paparan terkait catatan akhir
tahun 2019 di Roca Cafe Pakembang, Rabu (14/1/20).
Kota Pelembang sendiri tercatat sebanyak 51 kali kejadian
bencana banjir, kemudian Kabupaten Musi Rawas Utara (Murata) sebanyak 32
kejadian banjir, Kabupaten Lahat sebanyak 22 kali kejadian, Kebupaten Banyuasin
21 kejadian dan Ogan Ilir (OI) sebanyak 20 kali kejadian.
Dijelaskannya, selain tiga daerah tersebut, beberapa daerah
lainnya ikut mengalami bencana banjir secara tidak terduga seperti di Kebupaten
Lahat dan Kabupaten Empat Lawang.
"Bencana alam ini terjadi karena kerusakan lingkungan di Kabupaten
Lahat," tegasnya.
Sementara itu, luas kebakaran yang terjadi di Sumsel
terbanyak terjadi pada tahun 2015 lalu mencapai 646.299 ha. Sementara tahun
2019 mencapai 361.187 ha. Sedangkan tahun 2020 akan dipredisik lebih para
dibandingkan tahun 2015 lalu.
“Tahun ini potensi ektrim akan lebih parah lagi. Sehingga
kita prediski luasan terbakar di Sumsel akan lebih parah dibandingkan tahun
2015 lalu,” ucapnya.
Selain itu, uajrnya, dampak dari Kerhutal yang terjadi 2019
lalu menyebakan 291,807 jiwa warga Sumsel dinyatakan penderita ISPA. Tak hanya
itu, Karhutla juga menyebakan terganggunya transpoortaso darat dan udara karena
jarak pandang terbatas.
“Sekolah juga diliburkan atau dipulangkan lebih awal. Dan
perekonomian masyarakat juga menurun,” terangnya.
Menurutnya, setidaknya seluas 115.904 ha izin konsensi
pertambangan, Perkebunan dan Kebun Kayu yang ada di Kahat menjadi akar masalah
banjir bandang yang terjadi.
"Maraknya industri sekala besar mulai dari perkebunan, kebun kayu
dan pertambangan menjadi penyebab banjir di sejumlah wilayah di Sumsel,"
terangnya.
Tak hanya itu, ungkap Eep, daya tampung dan data dukung
wilayah di Sumsel susah nelebihi ambang batas yang seharusnya. Dana Walhi
mencatat, seluas 1.564.493 ha kebun kayu, 1.313.094 ha perkebunan dan 675.830
ha pertambangan yang menguasai Sumsel.
"Ini yang menyebabkan
bencana-bencana ekologis marak terjadi di Sumsel," ucapnya. (Kar)