Notification

×

Tag Terpopuler


Walhi: Bencana Sumsel Akibat Perkebunan - Pertambangan

Wednesday, January 15, 2020 | Wednesday, January 15, 2020 WIB Last Updated 2020-01-15T03:09:27Z
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Muhammad Hairul Sobri (kanan) saat memberikan paparan terkait catatan akhir tahun 2019 di Roca Cafe Pakembang, Rabu (14/1/20). (foto:Kar)

PALEMBANG, SP - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) menyatakan potensi bencana alam tahun 2020 kembali mengancam sejumlah wilayah di Sumsel.

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Muhammad Hairul Sobri mengatakan, sejumlah potensi bencana tersebut meliputi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), banjir dan longsor yang telah terjadi pada 2019 tersebut akan kembali mengancam pada tahun ini.

"Ada peningkatan kejadian banjir di beberapa daerah di Sumsel pada 2019 yang lebih tinggi dari 2018 lalu.   Diantaranya di Kota Palembang, Musi Rawas Utara (Muratara) dan Lahat," ungkapnya usai paparan terkait catatan akhir tahun 2019 di Roca Cafe Pakembang, Rabu (14/1/20).

Kota Pelembang sendiri tercatat sebanyak 51 kali kejadian bencana banjir, kemudian Kabupaten Musi Rawas Utara (Murata) sebanyak 32 kejadian banjir, Kabupaten Lahat sebanyak 22 kali kejadian, Kebupaten Banyuasin 21 kejadian dan Ogan Ilir (OI) sebanyak 20 kali kejadian.

Dijelaskannya, selain tiga daerah tersebut, beberapa daerah lainnya ikut mengalami bencana banjir secara tidak terduga seperti di Kebupaten Lahat dan Kabupaten Empat Lawang.  "Bencana alam ini terjadi karena kerusakan lingkungan di Kabupaten Lahat," tegasnya.

Sementara itu, luas kebakaran yang terjadi di Sumsel terbanyak terjadi pada tahun 2015 lalu mencapai 646.299 ha. Sementara tahun 2019 mencapai 361.187 ha. Sedangkan tahun 2020 akan dipredisik lebih para dibandingkan tahun 2015 lalu.

“Tahun ini potensi ektrim akan lebih parah lagi. Sehingga kita prediski luasan terbakar di Sumsel akan lebih parah dibandingkan tahun 2015 lalu,” ucapnya.

Selain itu, uajrnya, dampak dari Kerhutal yang terjadi 2019 lalu menyebakan 291,807 jiwa warga Sumsel dinyatakan penderita ISPA. Tak hanya itu, Karhutla juga menyebakan terganggunya transpoortaso darat dan udara karena jarak pandang terbatas.

“Sekolah juga diliburkan atau dipulangkan lebih awal. Dan perekonomian masyarakat juga menurun,” terangnya.

Menurutnya, setidaknya seluas 115.904 ha izin konsensi pertambangan, Perkebunan dan Kebun Kayu yang ada di Kahat menjadi akar masalah banjir bandang yang terjadi.  "Maraknya industri sekala besar mulai dari perkebunan, kebun kayu dan pertambangan menjadi penyebab banjir di sejumlah wilayah di Sumsel," terangnya.

Tak hanya itu, ungkap Eep, daya tampung dan data dukung wilayah di Sumsel susah nelebihi ambang batas yang seharusnya. Dana Walhi mencatat, seluas 1.564.493 ha kebun kayu, 1.313.094 ha perkebunan dan 675.830 ha pertambangan yang menguasai Sumsel. 
"Ini yang menyebabkan bencana-bencana ekologis marak terjadi di Sumsel," ucapnya. (Kar)
×
Berita Terbaru Update