- Sikapi Rencana Kenaikan Gas Elpiji 3 Kg
PALEMBANG, SP - Pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana
untuk mencabut subsidi elpiji 3 kilogram pada pertengahan tahun ini. Harga gas
melon yang semula berkisar harga Rp18 -21ribu, diperkirakan akan naik hingga
mencapai Rp35 ribu per tabung. Lalu seperti apa tanggapan pelaku usaha mikro di
Kota Palembang.
Yahya pemilik usaha laundry kiloan yang berada di Jalan
Sosial, Km 5, Palembang mengatakan, dalam sehari ia biasa menghabiskan hingga
10 tabung gas elpiji 3 kg untuk keperluan menyetrika pakaian konsumennya.
Namun, jika nantinya harga gas elpiji 3 kg naik, ia pun
berencana untuk menggantinya dengan penggunaan briket batubara, yang menurut
dia, akan lebih murah ongkosnya dibandingkan harga satu tabung gas elpiji 3 kg
seteleh pencabutan subsidi nantinya.
“Saya tidak akan menaikkan harga jasa laundry, karena jika
naik nanti berimbas pada omzer yang berkurang, paling nanti saya ganti dengan
memakai briket batubara yang harganya lebih terjangkau. Sehingga tetap
terkendali kebutuhan untuk setrika pakaian,” kata Yahya, saat ditemui di gerai
laundy miliknya, Selasa (21/1).
Ditambahkan Yahya, ia biasa menjual jasa laundry pakaian dan
setrika seharga Rp5 ribu per kg, sejak awal buka di 2008 silam, dengan hasil
yang diklaimnya, tidak pernah mengecewakan konsumen, artinya pakaian bersih,
rapih dan wangi.
“Kabarnya, nanti uang subsidi yang dicabut itu, dialihkan
untuk membantu masyarakat yang ekonominya kecil. Semoga aja nanti uang itu
benar-benar tepat sasaran dan dipakai untuk hal yang lebih membantu masyarakat
kecil," harapnya.
Sementara itu, Assikin pedagang gorengan yang biasa mangkal
di depan salah satu gerai minimarket ternama di kawasan Pakjo, Palembang
mengaku, kenaikan gas elpiji 3 kg itu nantinya, dipastikan membebani usahanya.
"Saat ini saja pemasukan saya kecil, gorengan ini bukan
hanya memakai gas tapi juga minyak goreng yang sudah beberapa hari ini naik,
begitu juga cabe rawit juga naik. Kalau misal harga tabung naik, mau saya jual
berapa lagi dagangan saya ini?” keluh Yadi.
Diakui Yadi, dalam seharinya ia biasa menghabiskan, satu
hingga dua tabung gas elpiji ukuran 3 kg, untuk 10-15 kg tepung terigu, yang ia
gunakan untuk menggoreng dagangannya, dan untuk menjaga dagangannya tetap
hangat, atau jika konsumen minta digoreng kembali. Tabung itu, ia simpan di
dalam gerobaknya.
"Harga jual gasnya saja sekarang saya beli antara Rp18
ribu - 20 ribu. Saya beli per dua hari sekali, ini saja yang biasanya untuk
beli bahan-bahan dalam sehari biasanya Rp500 ribu, sekarang bisa mencapai Rp650
ribu -700 ribu, kalau naik harga gas elpiji 3 kg, tentu bertambah besar lagi
pengeluaran saya," kata Assikin.
Ia berharap pemerintah bisa membuat regulasi khusus, agar
wacana ini tak memberatkan masyarakat kecil sepertinya. "Misal ada kartu
subsidi jadi tepat penggunannya. Sekarang kan sering disalahgunakan, banyak
yang mampu, tapi pakainya gas 3 kg," katanya.
Slamet Riyadi pedagang nasi goreng di Jalan Sosial, Km 5,
Palembang mengaku tidak keberatan dengan wacana tersebut. "Saya sebenarnya
setuju saja, yang penting ada barangnya karena jika tidak ada, bagaimana kami
bisa dagang lagi, paling dinaikan sedikit saja, misal saat ini biasa saya jual
nasi goreng Rp10 ribu per porsi, nanti saya naikan menjadi Rp11 ribu,“ kata
Slamet Riyadi.
Irma, seorang ibu rumah tangga saat ditanya dengan rencana
kenaikan gas elpiji 3 kg mengaku mengeluh, ditambah lagi penghasilannya sebagai
buruh harian tidak seberapa, belum lagi untuk biaya sekolah anak-anaknya yang
juga tidak mendapat bantuan dari pemerintah.
“Jika benaran naik, bisa bertambah berat beban hidup saya,
kalau bisa jangan naik, meskipun katanya nanti ada gantinya dengan bantuan
subsidi, tapi kebanyakan yang dapat bantuan itu tidak tepat sasaran,” ujarnya. (dkd)