![]() |
Keempat Saksi Dihadirkan Terkait Kasus Penyelundupan Ribuan Bayi Lobster, (foto/fly) |
- Kasus Baby Lobster
PALEMBANG, SP - Kasus penyelundupan ribuan baby lobster yang
menjerat Karno (38) warga Dusun Ringinanom, Kabupaten Blitar Provinsi Jawa
Timur serta Aspin (24) warga Tanjung Kait Tangerang terus berlanjut di meja
hijau.
Dalam sidang yang
digelar Senin (13/1di Pengadilan Negri
Palembang Klas 1A Khusus, sebanyak empat orang saksi memberikan keterangan saat
kedua terdakwa diamankan di bandara Sultan Mahmud Badarudin menuju Singapura.
Adapun ke empat saksi
tersebut adalah dua orang petugas pemeriksaan dari bea cukai yakni Rudi
Setiawan dan Bima Harya serta dua orang saksi dari pihak bandara yakni Rahmat
Firmansyah dan Eka Safitri.
Dihadapan majelis hakim
yang diketuai Hakim Hotnar Simarmata para saksi menjelaskan bahwa kedua
terdakwa saat itu dengan membawa dua koper besar datang ke bandar hendak
menumpang pesawat Flyscoot.
"Saat itu para
terdakwa diketahui masing-masing membawa satu koper, sebelumnya telah lolos
pemeriksaan pertama, akan tetapi setibanya di periksaan X Ray dari pihak Bea
Cukai dicurigai adanya barang yang mencurigakan, makanya koper-koper tersebut
kami amankan terlebih dahulu,” ungkap
salah satu saksi bernama Rudi.
Kemudian, lanjut Rudi.
Setelah dilakukan pengamanan koper yang dicurigai tersebut, lalu petugas bea
cukai mengamankan pemilik koper. Saat diinterogasi petugas awalnya mengaku isi
dari koper-koper tersebut adalah udang.
Akan tetapi setelah
diperiksa oleh petugas secara detil didapati puluhan kantong yang berisi total
66.600 ekor yang terdiri dari 63.000 ekor Baby Lobster jenis pasir dan 3.600
ekor Baby Lobster jenis Mutiara.
"Saat diinterogasi
petugas mengenai kelengkapan dokumen izin yang dikeluarkan oleh pihak Bea
Cukai, para terdakwa tidak bisa menunjukkan dokumen tersebut yang mulia,”
ujarnya.
Bukan hanya itu saja,
saksi petugas bea cukai juga mengatakan terhadap perbuatan para terdakwa tidak
hanya melanggar pasal 102a Undang-Undang Kepabeanan namun juga melanggar
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 tahun 2019, Menteri Kelautan
dan Perikanan yang melarang penangkapan benih lobster hingga rajungan dan
kepiting untuk budidaya.
Atas perbuatan kedua
terdakwa tersebut yang telah dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum
tanpa izin dan dokumen dari kepabeanan serta diduga merugikan keuangan negara
sebesar 10.170.000.000,- (sepuluh milyar seratus tujuh puluh juta rupiah).
Keduanya oleh JPU dijerat
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 102 huruf a Undang-undang
Nomor 17 tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 tahun 1995
tentang Kepabeanan Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP dengan pidanam penjara
maksimal 10 Tahun.
Setelah gelar sidang
mendengarkan keterangan saksi pada saat penangkapan yang dihadirkan oleh JPU
tersebut oleh majelis hakim, sidang ditunda dan akan dilanjutkan kembali pekan
depan dengan agenda menghadirkan saksi ahli dari JPU.
"Sidang ditunda,
sidang akan dilanjutkan pada Senin pekan depan dengan agenda kembali
menghadirkan saksi ahli dari pihak Umum,” ujar hakim ketua Hotnar menutup
sidang. (fly)