Notification

×

Tag Terpopuler

Kebablasan Berorganiasi, Ratusan Mahasiswa UIN Tersandung Kasus DO

Tuesday, December 31, 2019 | Tuesday, December 31, 2019 WIB Last Updated 2019-12-31T02:29:50Z
Rektor UIN Raden Fatah Paklembang, Muhamma Sirozi (kiri) saat memindahkan kuncir peserat wisudah ke 72 (foto/ist)
PALEMBANG, SP -  Pihak Univeritas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang mencatat setidaknya 300 orang mahasiswa harus dikeluarkan status drop out (DO) karena tidak bisa menyelesaikan proses pendidikan dengan waktu yang telah ditentukan.

Rektor UIN Raden Fatah Palembang, Muhammad Sirozi mengungkapkan, kasus DO yang dialami mahasiswa tersebut dilatarbelakangi sejumlah masalah. Seperti alasan terlalu sibuk organisasi, tidak membayar uang kuliah dan sejumlah alasan lainnya.

“Mereka (mahasiswa) yang di DO tidak mengerti tujuan pokok kuliah. Mereka tidak bertanggungjawab. Jangan sampai kegiatan organiasi mengganggu kegiatan utama yakni kuliah,” ungkap Sirozi,  kemarin.

Mantan Ketua Dewan Pendidika Sumsel ini menjelaskan, pada tahun 2018 saja sekitar 600 mahasiswa harus mengakhiri proses pembelajaran dengan status DO. Sementara tahun 2019 mengalami penuruan signifikkan menjadi sekitar 200 orang saja.

“Sejak 2 tahun terakhir kita telah program peningkatan pelayanan akademik telah kita lakukan agar mahasiswa selesai tepat waktu. Seperti program KKN dan magang terintegrasi yang bisa dilakukan dalam waktu bersamaan,” ujarnya.

Dijelaskannya, sejumlah program peningkatan tersebut bertujuan agar mahasiswa yang terlambat lulus termasuk kasus DO tidak disebabkan karena by sistem. Seperti halnya program KKN regular yang ditambah dari dua kali dalam satu tahun menjadi lima kali untuk memangkas waktu bagi mahasiswa dalam pelaksanaannya.

Perbaikan pola pengetikan skripsiyang mengedepankan kualitas ketimbag kuantitas menjadi salah satu upaya lainnya yang dipilih pihah kampus agara mahasiswa bisa menyelesaikan kuliah tepat waktu dan tidak berakhir dengan status DO.

“Skripsi tidak harus ratusan halaman, 30 an halaman saja boleh asal kualitas penelitiannya bagus. Kita juga meminta prodi untuk berperan aktif memantau doen pembimbing dan meniadakan mata kuliah yang tidak diperlukan,” terangnya.

Menurut Sirozi, keterlambatan mahasiswa menyelesaikan studi saja sudah menjadi beban, baik kampus dalam bidang administrasi, orang tua dalam hal biaya (materi), mahasiswa sendiri karena kehilangan waktu, dan hal-hal lainnya seperti ketersediaan lapangan parkir.

“Apalagi kalau sampai DO. Kedepan kita ingin mahasiswa menyelesaikan pendidikan tepat waktu (8 semester) karena kalau DO juga mempengaruhi akreditasi dan terjadinya penumpukkan,” tegasnya.

Sementara itu, proses wisuda ke 72 tahun 2019 diikuti 910 mahasiswa jenjang starata 1 (S1), Magister (S2) dan program Doktor (S3). Dari total jumlah tersebut, 7 persen diantanya berhasil menyelesaikan kuliah dengan 7 semester atau kategori cepat, 69 persen diantaranya menyelesaikan dengan 8 semester (normal) dan sisanya selesai dengan kategori terlambat lebih dari 8 semester (terlambat). (Kar)
×
Berita Terbaru Update