Rektor UIN Raden Fatah Paklembang, Muhamma Sirozi (kiri) saat memindahkan kuncir peserat wisudah ke 72 (foto/ist) |
PALEMBANG, SP -
Pihak Univeritas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang mencatat
setidaknya 300 orang mahasiswa harus dikeluarkan status drop out (DO) karena
tidak bisa menyelesaikan proses pendidikan dengan waktu yang telah ditentukan.
Rektor UIN Raden Fatah Palembang, Muhammad Sirozi
mengungkapkan, kasus DO yang dialami mahasiswa tersebut dilatarbelakangi
sejumlah masalah. Seperti alasan terlalu sibuk organisasi, tidak membayar uang
kuliah dan sejumlah alasan lainnya.
“Mereka (mahasiswa) yang di DO tidak mengerti tujuan pokok
kuliah. Mereka tidak bertanggungjawab. Jangan sampai kegiatan organiasi
mengganggu kegiatan utama yakni kuliah,” ungkap Sirozi, kemarin.
Mantan Ketua Dewan Pendidika Sumsel ini menjelaskan, pada
tahun 2018 saja sekitar 600 mahasiswa harus mengakhiri proses pembelajaran
dengan status DO. Sementara tahun 2019 mengalami penuruan signifikkan menjadi
sekitar 200 orang saja.
“Sejak 2 tahun terakhir kita telah program peningkatan
pelayanan akademik telah kita lakukan agar mahasiswa selesai tepat waktu.
Seperti program KKN dan magang terintegrasi yang bisa dilakukan dalam waktu
bersamaan,” ujarnya.
Dijelaskannya, sejumlah program peningkatan tersebut
bertujuan agar mahasiswa yang terlambat lulus termasuk kasus DO tidak
disebabkan karena by sistem. Seperti halnya program KKN regular yang ditambah
dari dua kali dalam satu tahun menjadi lima kali untuk memangkas waktu bagi
mahasiswa dalam pelaksanaannya.
Perbaikan pola pengetikan skripsiyang mengedepankan kualitas
ketimbag kuantitas menjadi salah satu upaya lainnya yang dipilih pihah kampus
agara mahasiswa bisa menyelesaikan kuliah tepat waktu dan tidak berakhir dengan
status DO.
“Skripsi tidak harus ratusan halaman, 30 an halaman saja
boleh asal kualitas penelitiannya bagus. Kita juga meminta prodi untuk berperan
aktif memantau doen pembimbing dan meniadakan mata kuliah yang tidak
diperlukan,” terangnya.
Menurut Sirozi, keterlambatan mahasiswa menyelesaikan studi
saja sudah menjadi beban, baik kampus dalam bidang administrasi, orang tua
dalam hal biaya (materi), mahasiswa sendiri karena kehilangan waktu, dan
hal-hal lainnya seperti ketersediaan lapangan parkir.
“Apalagi kalau sampai DO. Kedepan kita ingin mahasiswa
menyelesaikan pendidikan tepat waktu (8 semester) karena kalau DO juga
mempengaruhi akreditasi dan terjadinya penumpukkan,” tegasnya.
Sementara itu, proses wisuda ke 72 tahun 2019
diikuti 910 mahasiswa jenjang starata 1 (S1), Magister (S2) dan program Doktor
(S3). Dari total jumlah tersebut, 7 persen diantanya berhasil menyelesaikan
kuliah dengan 7 semester atau kategori cepat, 69 persen diantaranya
menyelesaikan dengan 8 semester (normal) dan sisanya selesai dengan kategori
terlambat lebih dari 8 semester (terlambat). (Kar)