PALEMBANG, SP - Tak ada yang tidak tahu Pasar 16 Ilir. Gedung kokoh di bantaran Sungai Musi ini dikelilingi pertokoan dengan kekhasan peninggalan zaman Belanda masih nampak membekas. Mulai dari Tengkuruk hingga pas di depan gedung pasar, toko dengan pintu jendela yang besar. Ini menunjukkan bahwa hiruk pikuk pusat ritel Sumatera Selatan (Sumsel) ini telah ada sejak dulu.
Dalam catatan sejarah, Sungai Musi yang membentang indah ini dulunya sebagai tempat persinggahan dan sana perdagangan para saudagar dari berbagai negara, Cina, Arab juga India. Tidak heran jika Pasar 16 Ilir punya pelanggan tak hanya dari wilayah Sumsel saja. Bahkan, daya tariknya ini pun menjadi sumber mata pencaharian masyarakat Palembang.
Meski pembangunan pasar modern terkesan gila-gilaan di kota pempek ini, namun sebagai denyut nadi perekonomian Sumsel, Pasar 16 Ilir selalu punya kesan tersendiri di benak pelanggannya. Tak hanya sebagai surganya berbelanja, kuliner pun tersedia di sekitar pasar ini.
Di usianya ke-1336, Kota Palembang terus dimodernisasi. Berbagai brand nasional bahkan luar negeri masuk ke ritel Palembang. Namun hal ini nampaknya tidak begitu berpengaruh bagi pasar yang masih dianggap tradisional.
"Sebenarnya brand itu tidak begitu berpengaruh. Pengaruhnya daya beli masyarakat seperti saat ini, dalam tahun ini utamanya, pembeli lebih sepi," ujar salah seorang pedagang di 16 Ilir, Hasyim, pemilik Toko Pakaian dan Songket Cahaya Sutra.
Meski beberapa barang dagangan didapatkan dari Jakarta, namun tidak semua dibeli di luar kota kemudian dijual kembali di Palembang. Seperti penuturan pemilik toko pakaian di Pasar 16 Ilir ini, Lina mengatakan, pakaian dari bahan Jumputan dan Batik dijahit sendiri oleh para pengrajin di Palembang.
"Kita tidak beli jadi di Jakarta atau kota lain. Bahan Jumputan punya Palembang kecuali bahan Batik kita beli di jawa kemudian kita jahit sendiri," katanya.
Ia mengaku sudah berjualan selama puluhan tahun. Lebih dari 20 tahun, perekonomiannya digantungkan di pasar ini. Dengan penomena pembangunan mall yang berakibat pada pesaingan pasar, tidak membuatnya goyah.
"Persaingan dengan mall dan distro yang dibangun di kota ini memang ada, tapi kita punya konsumen tersendiri yang mereka tidak datang ke mall," katanya.
Membeli dengan jumlah banyak tidak hanya selusin tapi juga bisa lebih dari dua kodi, seperti sudah jadi tradisi transaksi di pasar ini. Pelanggan dari berbagai kalangan dan kota hampir setiap hari datang. Ada untuk koleksi sendiri bahkan membeli barang untuk dijual kembali.
Hasyim mengatakan, pelanggan yang datang ke tokonya tidak hanya berdomisili Palembang, tapi juga Malaysia, Medan dan beberapa kota lainnya. Songket adalah incaran pelanggan luar daerah. "Kita jual Songket dengan harga beragam, ada juga yang harganya Rp900 ribu. Mereka membeli songket bahkan dua sampai tiga kain," katanya.
Sementara pelanggan di kawasan Sumsel berbelanja untuk dijual kembali. Sehingga melakukan pembelian dalam jumlah besar. Seperti diantaranya Banyuasin, OKI, OKU, Lubuk Linggau. "Alhamdulillah sejak puluhan tahun ini Pasar 16 Ilir mampu menghidupi para pedagang di dalamnya dengan berbagai dinamika pedagang yang kadang sepi kadang juga ramai," katanya.
Salah seorang pengunjung Pasar 16 Ilir, Julayha mengatakan, berbelanja ke Pasar 16 Ilir menjadi salah satu pilihan saat dirinya berkeinginan untuk belanja. Menurutnya, dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan di mall, pengunjung bisa mendapatkan apa saja di pasar ini.
"Semua ada disini, mulai dari fashion sampai kebutuhan perlengkapan rumah. Bisa dibeli dalam jumlah banyak dan ini menguntungkan kalau mau dijual lagi. Saya biasanya sebulan sekali kesini, beli barang untuk dijual lagi," katanya. (Ara).