Notification

×

Tag Terpopuler

Kades Sungai Somor Diduga Korupsi Dana Desa

Thursday, October 24, 2019 | Thursday, October 24, 2019 WIB Last Updated 2019-10-24T02:31:29Z

- Bangun MCK Fiktif, Penyelewengan DD Tahap I, Administrasi Amburadul

KAYUAGUNG, SP - Badan Komite Pemberantasan Korupsi (BKPK) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Ustra Harianda kembali merilis sejumlah dugaan penyimpangan Dana Desa (DD) tahun anggaran (t.a) 2018, Desa Sungai Somor, Kecamatan Cengal, Kabupaten OKI.

Menurut Ustra, penyelewengan terberat dari sejumlah dugaan praktik korupsi lainnya yakni, berupa bangunan MCK fiktif yang diakui Kepala Desa (Kades) setempat hanya kesalahan cetak prasasti proyek.

"Berbekal sejumlah bukti berupa audio visual yang kami dapat langsung di lapangan beberapa hari lalu, dugaan sejumlah korupsi DD, dengan berbagai modus, disinyalir mengerucut kepada kades itu sendiri. Bagaimana mungkin, bangunan MCK yang sudah dikonfirmasi dengan warga setempat, namun kades bilang prasastinya salah cetak,” paparnya di Kayuagung, OKI, Rabu (23/10).

Dikatakan dia, selain memiliki bukti tersebut, Ustra juga menyebut bahan pembanding data awal bersumber dari platform Tim Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tertuang dalam data OMSPAN Kementerian Keuangan, sehingga dugaan mega skandal korupsi Kades Sungai Somor Nedi Kusanti tersebut terkuak ke publik,

"Dari DD 2018 yang diterima Desa Sungai Somor sebesar Rp1,2 miliar. Ironisnya, dugaan korupsi kadesnya mencapai 50 persen lebih," bebernya.

Dana Desa Sungai Somor sendiri, dibagi dalam tiga tahap pencairan. Rincian masing-masing pencarian, yakni pada 20 Februari 2018 pencairan Tahap 1 sebesar Rp238.701.800, berikutnya, 6 Juni 2018 pencairan Tahap 2 sebesar Rp477.403.600, dan terakhir, di 13 November 2018 untuk pencairan Tahap 3 sejumlah Rp477.403.600.

"Pencairan dana desa dalam 3 tahapan dengan skema tahap pertama sebesar 20 persen, tahap kedua dan ketiga masing-masing sebesar 40 persen dari anggaran yang diterima," terangnya.

Berdasarkan evaluasi langsung di desa setempat, ia menyebutkan paling tidak terdapat dugaan kerugian negara senilai Rp695.300.000 atau 60 persen lebih yang dituding masuk ke kantong pribadi. "Disinyalir modus yang dilakukan kades dalam praktik korupsi diantaranya dugaan bangunan MCK Fiktif, dan dugaan penggelapan sisa anggaran tahap I," terangnya.

Dilanjutkan Ustra, dugaan terjadi praktik korupsi berawal dari pencairan tahap II tanggal 6 Juni 2018 sebesar Rp.477.403.600. "Dari DD tersebut, kemudian dianggarkan Pembangunan Fasilitas Jamban Umum/MCK Umum sebesar Rp346.900.000, yang ternyata diduga fiktif lantaran tidak ditemukan satupun bangunan MCK bersumber dari DD 2018," jelasnya

Dalam melaksanakan cek fisik MCK sendiri, Ustra mengaku hampir kecolongan, lantaran menurut pengakuan Kadus III dibangun menggunakan DD tahun 2018, sama seperti plakat yang tertera di depan MCK.

Namun hal ini bertolak belakang dengan keterangan yang diperolehnya dari warga setempat yang mengatakan jika MCK dengan sumur swadaya masyarakat tersebut, dibangun sekitar Mei 2019. "Plakat MCK yang terletak di Dusun III tercantum tahun 2018, namun warga setempat justru mengatakan sebaliknya. Dengan demikian, kami berkesimpulan, dengan anggaran Rp346.900.000, tidak satu pun MCK yang dibangun di Desa Sungai Somor atau dengan kata lain, patut diduga fiktif," ungkapnya.

Berbagai kejanggalan lain diungkapkan Ustra selain MCK diduga fiktif tersebut menurutnya, memicu potensi kerugian negara berasal dari pencairan tahap I yang masuk ke rekening desa sebesar Rp238.701.800.

Dari anggaran dana tersebut, ia mengatakan, direalisasikan hanya sebesar Rp46.400.000 yang diperuntukkan untuk dua item pekerjaan, masing-masing Pembangunan/ Rehabilitasi/ Peningkatan/ Pengerasan Jalan Desa sebesar Rp30.700.000 serta Pembangunan Fasilitas Jamban Umum/ MCK Umum sebesar Rp15.700.000.

"Berdasarkan hitungan tersebut, total jumlah dugaan penyelewengan Dana Desa mencapai Rp695.300.000, yang berasal dari pencairan DD tahap I, terdapat sisa anggaran sebesar Rp192.301.800 ditambah anggaran MCK yang diduga fiktif sebesar Rp346.900.000," bebernya.

Selain dugaan praktik korupsi ratusan juta rupiah, Ustra juga mengungkapkan fakta lain dari desa yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa ini. Ia mengatakan, sistem administrasi Desa Sungai Somor terbilang tidak tertib atau lebih tepat disebutnya amburadul.

Bagaimana tidak, dikatakan Ustra, menurut hasil pengumpulan informasi di jajaran perangkat desa, mulai dari BPD, hingga kepala dusun, telah mengakui tidak mengetahui persis terkait anggaran lantaran seluruh administrasi desa dalam penguasaan kades. Sehingga ia sendiri cukup kesulitan mendapatkan data disaat kades sedang tidak berada ditempat.

Minimnya informasi DD juga dialami jajaran perangkat desa yang mengaku tidak memperoleh Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) selayaknya pejabat setingkat desa. "Jangankan warga biasa, yang diatur undang-undang dalam memperoleh informasi, untuk internal seperti perangkat desa pun cukup kesulitan mendapatkan informasi. Padahal semestinya, LPJ Dana Desa berhak disampaikan ke publik," urainya.

Bahkan tragisnya, sambung dia, dalam setiap rapat, perangkat desa hanya menandatangani blanko atau kertas kosong tanpa melihat rincian dengan jelas seperti apa. "Jadi tidak salah jika menyimpulkan bahwa sumber carut-marut Desa Sungai Somor disponsori kadesnya sendiri," tegasnya.

Carut-marut tersebut semakin mengemuka disaat sejumlah awak media hendak menemui Kades Sungai Somor Nedi, yang ternyata sedang tidak berada ditempat. Disinyalir, kades ini sendiri memang jarang terlihat di desa lantaran kades tersebut berdomisili di perumahan elite di kawasan Jakabaring, Palembang.

"Informasi yang diperoleh, kades jarang berada di desa. Mungkin lantaran rumahnya sendiri bukan di desanya, melainkan berada di Palembang," ujar Ustra menjawab pertanyaan wartawan terkait keberadaan kades tersebut.

Sementara itu ketika dikonfirmasi, menyikapi sejumlah tudingan terhadap dirinya, Kades Sungai Somor Nedi Kusanti membantah dugaan penyelewengan tersebut. Ia mengaku, dana desa telah direalisasikan sesuai dengan anggaran.

Terkait dugaan MCK fiktif sendiri, awalnya Nedi bersikukuh mengatakan MCK tersebut telah ia bangun dengan menggunakan dana desa. Menurutnya, bangunan yang ia maksud dapat dilihat melalui prasasti. "MCK dibangun semua seperti yang dianggarkan. Bisa dilihat dari prasasti di bangunan tersebut," ujarnya melalui sambungan telepon seluler (ponsel), Rabu (23/10).

Namun setelah dikoreksi, bahwa bangunan yang dimaksud Nedi bukan menggunakan Dana Desa melainkan dianggarkan melalui Alokasi Dana Desa (ADD), ia sempat terdiam sejenak, lalu berdalih salah cetak prasasti dan akan mengecek kembali terkait hal tersebut, "Nanti saya cek kembali, berarti salah cetak prasasti saja," kilahnya. (RB)
×
Berita Terbaru Update