- Bangun MCK Fiktif, Penyelewengan DD Tahap I, Administrasi
Amburadul
KAYUAGUNG, SP -
Badan Komite Pemberantasan Korupsi (BKPK) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI)
Ustra Harianda kembali merilis sejumlah dugaan penyimpangan Dana Desa (DD)
tahun anggaran (t.a) 2018, Desa Sungai Somor, Kecamatan Cengal, Kabupaten OKI.
Menurut Ustra, penyelewengan terberat dari sejumlah dugaan
praktik korupsi lainnya yakni, berupa bangunan MCK fiktif yang diakui Kepala
Desa (Kades) setempat hanya kesalahan cetak prasasti proyek.
"Berbekal sejumlah bukti berupa audio visual yang kami
dapat langsung di lapangan beberapa hari lalu, dugaan sejumlah korupsi DD,
dengan berbagai modus, disinyalir mengerucut kepada kades itu sendiri.
Bagaimana mungkin, bangunan MCK yang sudah dikonfirmasi dengan warga setempat,
namun kades bilang prasastinya salah cetak,” paparnya di Kayuagung, OKI, Rabu
(23/10).
Dikatakan dia, selain memiliki bukti tersebut, Ustra juga
menyebut bahan pembanding data awal bersumber dari platform Tim Pengembangan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tertuang dalam data OMSPAN Kementerian
Keuangan, sehingga dugaan mega skandal korupsi Kades Sungai Somor Nedi Kusanti
tersebut terkuak ke publik,
"Dari DD 2018 yang diterima Desa Sungai Somor sebesar
Rp1,2 miliar. Ironisnya, dugaan korupsi kadesnya mencapai 50 persen
lebih," bebernya.
Dana Desa Sungai Somor sendiri, dibagi dalam tiga tahap
pencairan. Rincian masing-masing pencarian, yakni pada 20 Februari 2018
pencairan Tahap 1 sebesar Rp238.701.800, berikutnya, 6 Juni 2018 pencairan
Tahap 2 sebesar Rp477.403.600, dan terakhir, di 13 November 2018 untuk
pencairan Tahap 3 sejumlah Rp477.403.600.
"Pencairan dana desa dalam 3 tahapan dengan skema tahap
pertama sebesar 20 persen, tahap kedua dan ketiga masing-masing sebesar 40
persen dari anggaran yang diterima," terangnya.
Berdasarkan evaluasi langsung di desa setempat, ia
menyebutkan paling tidak terdapat dugaan kerugian negara senilai Rp695.300.000
atau 60 persen lebih yang dituding masuk ke kantong pribadi. "Disinyalir
modus yang dilakukan kades dalam praktik korupsi diantaranya dugaan bangunan
MCK Fiktif, dan dugaan penggelapan sisa anggaran tahap I," terangnya.
Dilanjutkan Ustra, dugaan terjadi praktik korupsi berawal
dari pencairan tahap II tanggal 6 Juni 2018 sebesar Rp.477.403.600. "Dari
DD tersebut, kemudian dianggarkan Pembangunan Fasilitas Jamban Umum/MCK Umum
sebesar Rp346.900.000, yang ternyata diduga fiktif lantaran tidak ditemukan
satupun bangunan MCK bersumber dari DD 2018," jelasnya
Dalam melaksanakan cek fisik MCK sendiri, Ustra mengaku
hampir kecolongan, lantaran menurut pengakuan Kadus III dibangun menggunakan DD
tahun 2018, sama seperti plakat yang tertera di depan MCK.
Namun hal ini bertolak belakang dengan keterangan yang
diperolehnya dari warga setempat yang mengatakan jika MCK dengan sumur swadaya
masyarakat tersebut, dibangun sekitar Mei 2019. "Plakat MCK yang terletak
di Dusun III tercantum tahun 2018, namun warga setempat justru mengatakan
sebaliknya. Dengan demikian, kami berkesimpulan, dengan anggaran Rp346.900.000,
tidak satu pun MCK yang dibangun di Desa Sungai Somor atau dengan kata lain,
patut diduga fiktif," ungkapnya.
Berbagai kejanggalan lain diungkapkan Ustra selain MCK
diduga fiktif tersebut menurutnya, memicu potensi kerugian negara berasal dari
pencairan tahap I yang masuk ke rekening desa sebesar Rp238.701.800.
Dari anggaran dana tersebut, ia mengatakan, direalisasikan hanya
sebesar Rp46.400.000 yang diperuntukkan untuk dua item pekerjaan, masing-masing
Pembangunan/ Rehabilitasi/ Peningkatan/ Pengerasan Jalan Desa sebesar
Rp30.700.000 serta Pembangunan Fasilitas Jamban Umum/ MCK Umum sebesar
Rp15.700.000.
"Berdasarkan hitungan tersebut, total jumlah dugaan
penyelewengan Dana Desa mencapai Rp695.300.000, yang berasal dari pencairan DD
tahap I, terdapat sisa anggaran sebesar Rp192.301.800 ditambah anggaran MCK
yang diduga fiktif sebesar Rp346.900.000," bebernya.
Selain dugaan praktik korupsi ratusan juta rupiah, Ustra
juga mengungkapkan fakta lain dari desa yang berbatasan langsung dengan Laut
Jawa ini. Ia mengatakan, sistem administrasi Desa Sungai Somor terbilang tidak
tertib atau lebih tepat disebutnya amburadul.
Bagaimana tidak, dikatakan Ustra, menurut hasil pengumpulan
informasi di jajaran perangkat desa, mulai dari BPD, hingga kepala dusun, telah
mengakui tidak mengetahui persis terkait anggaran lantaran seluruh administrasi
desa dalam penguasaan kades. Sehingga ia sendiri cukup kesulitan mendapatkan
data disaat kades sedang tidak berada ditempat.
Minimnya informasi DD juga dialami jajaran perangkat desa
yang mengaku tidak memperoleh Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) selayaknya
pejabat setingkat desa. "Jangankan warga biasa, yang diatur undang-undang
dalam memperoleh informasi, untuk internal seperti perangkat desa pun cukup
kesulitan mendapatkan informasi. Padahal semestinya, LPJ Dana Desa berhak
disampaikan ke publik," urainya.
Bahkan tragisnya, sambung dia, dalam setiap rapat, perangkat
desa hanya menandatangani blanko atau kertas kosong tanpa melihat rincian
dengan jelas seperti apa. "Jadi tidak salah jika menyimpulkan bahwa sumber
carut-marut Desa Sungai Somor disponsori kadesnya sendiri," tegasnya.
Carut-marut tersebut semakin mengemuka disaat sejumlah awak
media hendak menemui Kades Sungai Somor Nedi, yang ternyata sedang tidak berada
ditempat. Disinyalir, kades ini sendiri memang jarang terlihat di desa lantaran
kades tersebut berdomisili di perumahan elite di kawasan Jakabaring, Palembang.
"Informasi yang diperoleh, kades jarang berada di desa.
Mungkin lantaran rumahnya sendiri bukan di desanya, melainkan berada di
Palembang," ujar Ustra menjawab pertanyaan wartawan terkait keberadaan
kades tersebut.
Sementara itu ketika dikonfirmasi, menyikapi sejumlah
tudingan terhadap dirinya, Kades Sungai Somor Nedi Kusanti membantah dugaan
penyelewengan tersebut. Ia mengaku, dana desa telah direalisasikan sesuai
dengan anggaran.
Terkait dugaan MCK fiktif sendiri, awalnya Nedi bersikukuh
mengatakan MCK tersebut telah ia bangun dengan menggunakan dana desa.
Menurutnya, bangunan yang ia maksud dapat dilihat melalui prasasti. "MCK
dibangun semua seperti yang dianggarkan. Bisa dilihat dari prasasti di bangunan
tersebut," ujarnya melalui sambungan telepon seluler (ponsel), Rabu
(23/10).
Namun setelah dikoreksi, bahwa bangunan yang
dimaksud Nedi bukan menggunakan Dana Desa melainkan dianggarkan melalui Alokasi
Dana Desa (ADD), ia sempat terdiam sejenak, lalu berdalih salah cetak prasasti
dan akan mengecek kembali terkait hal tersebut, "Nanti saya cek kembali,
berarti salah cetak prasasti saja," kilahnya. (RB)