![]() |
Tampak petugas dari dinkes sedang membagikan masker kepada para pengendara beberapa waktu yang lalu (foto/ana) |
PALEMBANG, SP - Kabut asap yang pekat menyebabkan cukup banyak masyarakat di Sumatra Selatan yang menderita Inspeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Berdasar data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), jumlah penderita ISPA mulai meningkat sejak tiga bulan terakhir. Utamanya di Musi Banyuasin dan Palembang yang memang saat ini sudah terpapar kabut asap. “Sebenarnya dampak dari kabut asap sangat banyak terhadap munculnya penyakit, diantaranya ISPA (inspeksi saluran pernafasan akut) dan diare akibat dari musim kemarau. Karenanya pencegahan harus dilakukan,” ujar Kepala Dinkes Provinsi Sumsel, Lesty Nuraini.
Lesty mengatakan, di Musi Banyuasin selama tiga bulan terakhir jumlah ISPA tercatat 3.273 kasus pada Juni, 4.094 kasus pada Juli dan 6.326 kasus pada Agustus. Sementara di Palembang, pada Juni tercatat 10.623 kasus, pada Juli 10.744 kasus dan Agustus 11.863 kasus. “Jumlahnya meningkat, sekitar 20 persen. Ini karena efek dari kebakaran lahan yang menyebabkan kualitas udara menurun. Penderita ISPA rentan mengenai anak dibawah lima tahun juga orang berusia lanjut yang memiliki risiko seperti penyakit jantung, sakit pernafasan dan sebagainya,” katanya
Adapun upaya pencegahan dan penanganannya diantaranya, masyarakat Sumsel harus mengurangi aktivitas diluar ruangan. Jika memang harus keluar ruangan, disarankan menggunakan masker yang dapat menutupi hidung dan mulut. "Selain itu juga harus memperbanyak minum air putih dan menambah imunitas tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan sehat serta minum vitamin. Utamanya harus banyak makan buah dan sayur. Efek dampak buruk kabut asap itu karena banyak oksidan yang menjadi polutan, jika terus menerus dihirup dapat mengendap masuk ke paru-paru dan menjadi penyakit," jelas Lesty.
Lesty mengungkapkan bahwa pihaknya sudah turun langsung membagikan masker kepada masyarakat Sumsel ke sekolah-sekolah. "Tapi memang tidak seluruh sekolah, karena ketersediaan stok terbatas. Sehingga kami sarankan setiap masyarakat bisa menyediakan maskernya sendiri. Dan bila terjadi efek buruk pada kesehatan yang dirasakan masyarakat seperti demam hingga sakit tenggorokan, bisa langsung ke layanan fasilitas kesehatan," ungkapnya seraya menambahkan bahwa pihaknya juga sudah mengeluarkan edaran kepada Dinkes di 17 kabupaten kota di Sumsel untuk melakukan hal serupa. Agar melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan menyediakan logistik baik masker hingga fasilitas penunjang penanganan sakit ISPA.
Sementara itu, Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), Dinas Kesehatan Sumsel, Mulyono mengatakan, tingginya penderita ISPA pada balita karena gizi yang diterima pada balita digunakan untuk imunitas dan pertumbuhan. Hal itu menyebabkan ketahanan tubuh yang dimiliki lebih rendah dibandingkan orang dewasa yang gizinya hanya digunakan untuk imunitas. “Ini yang membuat balita lebih rentan terkena ISPA. Selain faktor lingkungan, faktor udara yang tak sehat juga bisa menjadi penyebabnya,” katanya.
Diketahui berdasar data Dinkes Sumsel mencatat sebanyak 2.188 balita terkena ISPA dari Minggu keempat Agustus hingga 2 September 2019, akibat kualitas udara yang kian memburuk. Palembang menjadi kota tertinggi dengan penderita ISPA pada mencapai 276 balita untuk usia dibawah satu tahun. Kemudian diusia satu sampai lima tahun, mencapai 819 balita.
Kemudian, Kabupaten Ogan Ilir juga memiliki penderita ISPA pada Balita terbanyak kedua dengan total penderita mencapai 483 balita. Lalu. Kabupaten Musi Banyuasin dengan jumlah 375 balita. (ana)