SMA Taruna Indonesia Palembang. Foto : Ist |
Binkum Polda Sumsel AKBP Parlindungan Lubis mengatakan, hakim menolak praperadilan yang diajukan tersangka menunjukkan penetapan tersangka memang sudah melalui mekanisme yang tepat. Hakim menilai tidak ada kejanggalan dalam kasus ini sehingga dilakukan pencabutan status tersangka.
"Karena kami sudah melalui ketentuan penetapan dengan menyertakan surat penetapan dan penahanan. Hasil sidang ini menjadi bukti jika proses yang kami lakukan sudah secara sah menurut hukum," ungkap Lubis, Selasa (8/8).
Menurut dia, apa yang digugat oleh pihak pemohon terbantahkan oleh dua alat bukti yang disertakan oleh polisi Penyertaan alat bukti pun memenuhi syarat karena sudah dua alat bukti, baik itu keterangan saksi dan keterangan ahli.
"Lengkap semua, tidak ada masalah," ujarnya.
Dia menegaskan, kasus ini tetap berlanjut. Pihak polresta Palembang akan segera merampungkan penyidikan untuk menyerahkan seluruh bukti ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang. Selanjutnya, kasus tersebut akan diserahkan ke proses pengadilan.
"Untuk berkas sudah tahap satu di kejaksaan, sedang pemeriksaan bukti-bukti. Saya tegaskan, kasus penganiayaan ini tetap dilanjutkan," tegasnya.
Diketahui, Obby menuntut Polresta Palembang dan Polda Sumsel Rp 1 miliar karena tidak memiliki bukti kuat dan banyak kejanggalan dalam penetapan dirinya sebagai tersangka kasus penganiayaan peserta MOS SMA Semi Militer Plus Taruna Indonesia Palembang, DBJ (14). Diketahui, DBJ tewas usai mengikuti MOS, Sabtu (14/7). Dia mengalami luka memar di kepala dan dada.
Polisi yang menerima laporan dugaan penganiayaan langsung melakukan penyelidikan. Alhasil, seorang pembina MOS, Obby Frisman Arkataku (24) ditetapkan sebagai tersangka yang diduga menjadi pelaku penganiayaan. (rwn)