Kepala Ombudsman Sumatera Selatan M. Adrian dalam Diskusi Milineal Cerdas |
Palembang, SP - Sekolah-sekolah yang ada di Sumatera Selatan, masalah pemungutan dana iuran sekolah di luar kebutuhan masih sering terjadi sampai saat ini, Bahkan potensi pungutan tersebut masih sangat berpeluang besar lantaran peraturan daerah memperbolehkan sumbangan yang tertera dalam Permendikbud 44 Tahun 2012 tentang biaya bersifat sukarela (tidak wajib).
Kepala Ombudsman Sumatera Selatan M. Adrian mengatakan, Temuan-temuan mengenai pungutan diluar kebutuhan sekolah masing sering terjadi di Sumsel terutama SMA berpotensi pungli besar melanggar aturan. Karena seperti diketahui peraturan tertera menjadi salah paham antara sumbangan dan pungutan, yang sebenarnya memiliki pemahaman berbeda.
“Sumbangan itu yang sukarela sedangkan pungutan sudah disepekati dan ditentukan jumlahnya," ujarnya saat menjadi pembicara pada acara Diskusi Milineal Cerdas "Kupas Tuntas Sekolah Gratis di Sumsel, di Auditorium Bina Praja dalam ", Senin (5/8).
Tidak saja komite sekolah atau lembaga lainnya yang harus memahami maksud peraturan terpapar. Sambung, adrian, semua stakeholder terkait dan pemangku kepentingan satuan pendidikan wajib tahu bagaimana perbedaan arti aturan secara terminologi.
" Sumbangan itu tidak mengikat dan memaksa dengan jumlah maupun jangka waktunya. Kesalahan terjadi akibat sumbangan disamakan dengan diperbolehkannya pungutan dana di luar keperluan sekolah," katanya.
Menurutnya, Dalam skala sekolah menengah atas (SMA) di Sumsel dana pungutan resmi yakni dari total pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) yang diwajibkan setiap bulan. Adrian menjelaskan bahwa masalah perda sebenarnya sudah kuat di bawah pemerintah.
"Ruhnya peraturan itu, sudah disepakati bersama dengan rakyat dan DPRD. Dengan kebanyakan memegang peraturan menteri (permen) no 48 tahun 2008," katanya.
Secara jelas permen tersebut menjelaskan tentang penguraian pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Dimana masyarakat yang dimaksud meliputi penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat, peserta didik, orangtua atau wali peserta didik dan pihak-pihak lain yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
Terlepas dari pemahanan berbeda dalam aturan pungutan liar dengan pendanaan resmi iuran sekolah. Anggota Komisi V DPRD Sumsel, Rizal Kenedi mengatakan bahwa peraturan sekolah gratis pun masih simpang siur.
"Sekolah gratis ada, tapi begini memang beberapa waktu lalu pemprov Sumsel mengajukan perda baru. Akan tetapi verifikasi dari kemendagri belum turun.
Padahal sudah dalam rujukan nomor 75 tahun 2016 tentang sekolah boleh menggalang dana. Nantinya dari kementrian juga harus ada transparansi, pengajuan anggaram yang diajukan kepala sekolah untu dibuatkan regulasi kedepan," Jelasnya.
Sementara, menurut Staf Ahli Gubernur Sumsel Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Riza Fahlevi menjelaskan, pihah sekolah diwajibkan menganggarkan dana secara transparansi agar pendataan siswa diketahui dengan jelas.
"Misalnya hak siswa menerima beasiswa dari sekolah yang sebelumnya sudah didaftarkan. Dengan catatan anak yang kurang mampu contohnya atau miskin. Sekolah harus paham agar tidak salah memberikan. Setelah pendataan, pemerintah harus tahu kegunaanya dengan jelas," Terangnya
"Karena untuk sekolah gratis, masing-masing pihak sekolah harus mengetahui RABPS sesuai dengan apa yang diunggulkan, sebab namanya pendanaan itu tidak hanya dari pemerintah saja jadi sekolah harus melampirkan sumber dana yang di dapat melalui RABPS tersebut,”pungkasnya. (Raf)